"Ada tujuh masalah yang memberikan pengaruh langsung ke sektor properti, salah satunya perbankan. Pengusaha mengapresiasi kebijakan yang dibuat untuk membuat industri properti lebih baik," kata Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu, 25 September 2019.
Menurutnya, yang paling berpengaruh dari dari kebijakan relaksasi tersebut tentu saja pencari properti kelas menengah. Relaksasi ini juga diharapkan membuat suku bunga KPR lebih kecil dan kompetitif.
"Kami harap bahwa kredit KPR itu lebih kompetifif dan kecil. kan sekarang 10-12 persen, kita harap lebih ringan jadi affordability masyarakat itu masih bisa dijaga meski dengan penurunan uang muka," ujarnya.
Eman menambahkan relaksasi penurunan uang muka ini saat ini akan terasa ke kelas menengah yang tabungannya kecil jadi lebih murah dan bisa beli rumah.
"Pasarnya itu kelas menengah jadi lebih lebar, tapi perhatikan bunga kredit KPR juga rendah dengan banyak peminat Insyaallah industrinya terangkat," ungkapnya.
Selain itu, BI juga kembali memangkas suku bunga acuan menjadi 5,50 persen setelah sebelumnya berada di angka 5,75 persen. Penurunan yang menjadi acuan suku bunga di pasar properti selama dua bulan berturut-turut diyakini akan menjadi daya tarik.
"Khususnya bagi segmen menengah bawah yang memanfaatkan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari perbankan sebagai sarana dalam menjangkau rumah idaman," kata Country Manager Rumah.com, Marine Novita.
Tren yang tumbuh positif pada kuartal dua tahun ini diprediksi terus berlanjut hingga kuartal-kuartal setelahnya. Umumnya memang pertumbuhan kenaikan harga properti lebih tinggi pada kuartal ketiga. Adapun dalam siklus properti tahunan, kuartal pertama dan kuartal ketiga menjadi periode action.
"Pada periode ini, pengembang akan lebih agresif dalam melakukan pemasaran. Inilah sebab IIPEX 2019 yang berlangsung di penghujung kuartal tiga sangat diminati oleh pelaku industri properti,” pungkas Marine.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News