Rendahnya minat responden membeli apartemen disebabkan dua alasan utama yaitu pertama nilai lebih untuk harga yang sama dengan membeli rumah tapak dan alasan kedua adalah ketidaksukaan tinggal di gedung bertingkat tinggi.
Country Manager Rumah.com Marine Novita menjelaskan kondisi pandemi kemungkinan ikut menekan minat terhadap apartemen setidaknya dalam jangka waktu dekat ini. Selama pandemi berlangsung, Pemerintah dan dunia usaha mengeluarkan kebijakan bekerja dari rumah (WFH) dan belajar dari rumah yang berpengaruh terhadap fenomena tersebut.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut temuan Rumah.com Consumer Sentiment Survey H1 2022, selain dua alasan utama di atas, beberapa alasan lainnya untuk tidak memilih apartemen secara berurutan berdasarkan popularitas adalah sebagai berikut:
- Rumah tapak dapat ruang lebih luas (39 persen).
- Tidak mau tinggal di gedung tinggi (37 persen).
- Tidak bisa diperluas ketika kebutuhan bertambah (27 persen).
- Khawatir status kepemilikannya (23 persen).
- Terikat biaya iuran bulanan (21 persen).
- Tidak ingin tinggal di lingkungan padat (17 persen).
- Kurang adanya privasi (10 persen).
Tinggal di gedung-gedung tinggi seperti apartemen memang menawarkan pemandangan yang lebih luas. Namun 37 persen responden survei yang menyatakan ketidaksukaan tinggal di gedung bertingkat tinggi menjadi alasan tidak mempertimbangkan membeli apartemen.
"Saat tinggal di apartemen, penghuni harus menerima ruangan yang tersedia cukup terbatas. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk memperluas ruangan di masa depan, sebagaimana halnya di rumah tapak yang dikenal dengan istilah rumah tumbuh. Masalah ini dinyatakan oleh 27 persen responden. Walau begitu, merenovasi rumah untuk menambah ruangan juga tidak bisa dianggap gampang karena harus mempertimbangkan desain, biaya, dan perijinannya," jelas Marine dalam laporan dikutip, Jumat, 22 April 2022.
Sebanyak 23 persen responden survei tidak mempertimbangkan membeli apartemen dengan alasan kurang merasa ada kepastian status terhadap apartemen yang akan dibelinya. Adapun status kepemilikan apartemen atau rumah susun saat ini diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan Lahan (HPL), Hak Atas Tanah (HAT), Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah yang diterbitkan sebagai tindak lanjut Undang-undang Cipta Kerja.
Peraturan ini mencakup mencakup penguatan HPL, penyesuaian HAT, HPL/HAT ruang atas tanah dan ruang bawah tanah, satuan rumah susun, percepatan pendaftaran tanah dan penertiban administrasi pertanahan, penggunaan dokumen elektronik, perubahan hak dan penyelesaian alat bukti hak lama.
Marine menyimpulkan, hak kepemilikan dan hak pengelolaan memang bukan urusan yang sederhana. Karena itu diperlukan edukasi dan sosialisasi dari pemerintah mengenai aturan baru ini, diiringi pengawasan di lapangan untuk memberi rasa aman bagi pencari hunian agar melihat apartemen sebagai pilihan yang menarik.
Marine juga menyoroti, sebagian responden (21 persen) memiliki persepsi tingginya biaya bulanan berupa Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL). Kekhawatiran ini perlu dijawab dengan penentuan besaran IPL yang transparan dan pengelolaan yang partisipatif.
"Menjadikan apartemen sebagai pilihan yang menarik bagi pencari rumah adalah Pekerjaan Rumah bagi segenap industri properti dan pemerintah. Keengganan dan kekuatiran pencari rumah harus dijawab dengan kepastian, rasa aman, dan pilihan produk yang tepat. Mengingat keterbatasan lahan perkotaan, tugas ini semakin mendesak untuk segenap pemangku kepentingan," jelas Marine.