Melalui bangunan bersejarah itu nilai-nilai kearifan hidup peninggalan leluhur terlihat terus dirawat dan masih diterapkan sehari-hari. Keunikan bangunan tersebut menjadikan sejumlah wisatawan dalam negeri maupun mancanegara berdatangan ke Kampung Adat Cikondang.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika Kampung Adat Cikondang ini cocok dijadikan sebagai lokasi wisata edukasi.
Dibangun sejak abad ke-17
Pada abad ke-17, terdapat 61 rumah adat yang didirikan, namun saat ini hanya tersisa satu rumah adat. Sebagian besar rumah adat tersebut musnah karena pada abad1 ke-9 terbakar dan hanya menyisakan satu rumah yang kini masih tetap dilestarikan.Kampung Adat Cikondang ini merupakan permukiman dengan arsitektur rumah tradisional yang berdiri di atas tanah seluas 3 hektare. Meski sudah berusia berabad-abad, tetapi rumah tersebut masih terlihat kokoh.
Terlihat dari luar rumah adat tersebut memiliki konstruksi di bagian bawah rumah berupa kayu-kayu penyangga. Kayu tersebut masih sangat kokoh dengan dinding dan atap yang terbuat dari bambu.
Juru kunci bernama Anom Juhana (76 tahun) menjelaskan terlebih dahulu asal-usul Bumi Adat serta ciri khas Kampung Cikondang. Bumi Adat atau Rumah Adat di Kampung Cikondang sudah berusia 370 tahun dan hanya ada tersisa satu rumah saja.
Baca juga: Rumah Joglo, Bangunan dengan Filosofi Penuh Makna |
Ki Anom mengatakan ciri khas Kampung Asat Cikondang ialah tetap melestarikan nilai-nilai kearifan lokal. Salah satunya kuliner, seperti nasi tumpeng dan rujak curo.
Interior Bumi Adat
Setelah melewati pintu masuk, terdapat keris kecil yang menempel di tengah-tengah pintu. Kemudian saat masuk ke dalam, terasa suasana tradisional yang terlihat dari banyaknya perkakas terbuat dari anyaman dan peranti dapur yang masih sangat tradisional.Di dalam Bumi Adat tersebut terdapat dua kamar. Pertama, yaitu kamar larangan yang memiliki fungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda keramat. Kamar kedua, yaitu goah. Kamar tersebut berfungsi untuk menyimpan beras.
Di dinding rumah tergantung pigura yang terbuat dari anyaman. Di dalam pigura-pigura tersebut terdapat nama-nama silsilah Kampung Adat Cikondang dan silsilah tetua Kampung Adat Cikondang.
Hutan Larangan
Selain Bumi Adat, di Kampung Adat Cikondang juga terdapat Hutan Larangan yang letaknya tepat di belakang Rumah Adat.Ada pantangan ketika ingin memasuki Hutan Larangan. Ki Anom menjelaskan pengunjung tidak boleh memasuki Rumah Adat dan Hutan Larangan pada hari Selasa, Kamis, dan Sabtu.
Kemudian saat memasuki Hutan Larangan, pengunjung diwajibkan membuka alas kaki dan masuk kaki kanan terlebih dahulu kemudian ketika keluar dengan kaki kiri. Bagi wanita yang sedang haid dilarang masuk.
Hutan Larangan dulu digunakan untuk menyimpan benda-benda pusaka peninggalan para wali dan tempat para warga bersembunyi dari zaman penjajahan.
Namun pada saat ini benda-benda pusaka tersebut disimpan di salah satu kamar yang ada di Rumah Adat. Tidak sembarang orang bisa melihatnya.
Setelah diajak berkeliling ke Rumah Adat dan Hutan Larangan, masih ada satu tempat lagi yang wajib dikunjungi, yaitu makam dari salah satu buyut para wali dan makam juru kunci yang pertama. Tempatnya di samping hutan larangan, masuk sejauh sekitar 300 meter.
Banyak kearifan dan wawasan yang didapat selama berkelana di Kampung Adat Cikondang. Ki Anom berpesan untuk selalu melestarikan kebudayaan dan tempat bersejarah di Indonesia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id