MoSA digagas untuk mengatasi krisis sampah plastik yang terjadi saat ini di Indonesia. Daniel Mitchell bersama Sidarta and Sandjaja menggunakan 200 ribu botol plastik bekas yang berasal dari perusahaan sirkular, Robries.

Museum of Space Avaible (MoSA) di Bali. Foto: Tommaso Riva
Uniknya, ratusan ribu plastik botol bekas tersebut dibuat menjadi bahan yang menarik untuk tampilan panel pada fasad museum. Untuk memberikan kesan tropikal, ditambahkan beberapa tanaman di area fasad.
Baca juga: Museum Fatahillah, Jejak Arsitektur Kolonial Belanda |
Tak hanya galeri, MoSA bakal dilengkapi dengan ruang khusus yakni recycling stasion dan upcycling bar yang menyediakan layanan free repair untuk prosuk Space Avaible. Pengunjung juga bisa belajar tentang proses circular living.
.jpg)
Museum of Space Avaible (MoSA) di Bali. Foto: Tommaso Riva
Museum ini juga memamerkan karya berbagai macam artwork, dari para creative internasional mulai dari artist, designer dan scientists yang punya spesialisasi di bidang bio-innovation, radical recycling, upcycling dan future craft.
Pendiri Space Available Daniel Mitchell mengatakan bahwa museum ini dibangun bukan hanya untk menampilkan sejarah, tetapi menjadi sebuah ruang masa depan.

Museum of Space Avaible (MoSA) di Bali. Foto: Tommaso Riva
"Museum di seluruh dunia berperan penting dalam menampilkan sejarah masa lalu, tapi kami ingin menciptakan sebuah ruang untuk menjelajah masa depan," katanya dikutip dari Dezeen.
Dirinya percaya bahwa masa depan design selalu berputar dan terus berkembang. Oleh karena itu, dia ingin menciptakan experience yang mampu mengarsipkan dan mengeksplorasi visi dan sistem yang membentuk ulang kehidupan orang-orang ke depan. (Ainun Kusumaningrum)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News