Jakarta: Aparatur Sipil Negara (ASN) dinilai menjadi objek rutin yang kerap dipolitisasi oleh peserta pemilihan kepala daerah (pilkada). ASN dinilai memiliki banyak akses kewenangan yang menguntungkan calon pimpinan kepala daerah.
"Misalkan dia (ASN) sebagai camat kah, lurah kah, atau sebagai pegawai di dinas kah punya akses pada anggaran," tutur Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggaraini dalam diskusi virtual, Kamis, 23 Juli 2020.
Titi menuturkan seringkali kewenangan ASN dalam suatu kebijakan menjadi pintu masuk menarik masa pendukung. Dia mencontohkan camat dapat memuluskan sebuah perizinan dengan syarat harus memilih pasangan calon (paslon) tertentu.
"(Contoh) pembuatan sertifikat tanah, tentu dengan
power yang ada bisa juga dipergunakan untuk memuluskan keinginan (dari paslon)," tutur dia.
Selain itu, ASN dengan latar belakang guru juga menjadi incaran bagi palson yang mencari dukungan dari kalangan pelajar. Kewenangan sebagai pengajar dapat dimanfaatkan untuk menggiring opini terhadap anak muridnya.
"Yang akan dia sasar murid di suatu sekolah yang punya hak pilih," papar dia.
Sebelumnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan 369 pelanggaran netralitas ASN. Temuan dalam kurun waktu 1 Januari hingga 15 Juni 2020 itu terkait Pilkada Serentak 2020.
"Kategori pelanggaran yang banyak dilakukan para abdi negara adalah kampanye di media sosial, kegiatan yang berpihak ke calon kepala daerah, dan pemasangan baliho/spanduk," kata Ketua Bawaslu, Abhan, di Jakarta, Rabu malam, 17 Juni 2020.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))