Jakarta: Sosok Soekarwo menjadi faktor yang membuat dilema bagi dua pasang calon gubernur-wakil gubernur dalam Debat Publik I Pemilihan Gubernur Jawa Timur. Demikian pandangan dari jurnalis senior Abdul Kohar di program Indonesia Memilih
Metro TV, Jakarta, Selasa, 10 April 2018.
"Faktor itu membuat debat tak terlihat tajam. Tak ada perbedaan mencolok dari kedua pasangan calon," kata Kohar.
Soekarwo kini menjabat sebagai Gubernur Jatim. Sejak 2009, Soekarwo memimpin Jatim bersama wakilnya, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul. Sehingga kebijakan yang dihasilkan merupakan buah kepemimpinan keduanya.
Pada 2018, Gus Ipul mengikuti Pilgub Jatim. Gus Ipul menggandeng Puti Soekarno dan mendapatkan dukungan dari PKB, PDI Perjuangan, Gerindra, dan PKS.
Selain itu, Soekarwo juga lekat dengan calon gubernur nomor urut 1 Khofifah Indar Parawansa. Dalam Pilgub, Khofifah-Emil Elestianto Dardak mendapat dukungan dari Golkar, Partai Demokrat, PPP, NasDem, PAN, dan Hanura.
Soekarwo merupakan Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur. Lantaran itu, Soekarwo memiliki andil untuk menggerakkan motor memenangkan pasangan tersebut.
Perbedaan yang muncul dari dua pasang tersebut, lanjut Kohar, yaitu penyampaian data dalam debat. Pasangan nomor urut 1 berusaha menggunakan data untuk menghadirkan solusi. Lain lagi dengan pasangan Gus Ipul-Puti yang mengandalkan progres. Pasangan nomor 2 berkesan tak ingin repot dengan data dan teknis.
"Hal itu (sikap nomor 2) menguntungkan untuk warga kelas menengah ke bawah, yang umumnya tak ingin berurusan dengan hal jelimet (ribet)," lanjut Kohar.
Tapi, masyarakat dengan pendidikan tinggi akan mempertanyakan data. Mereka membutuhkan data untuk mengurai masalah dan menemukan solusi.
"Intinya secara umum, debat ini tidak membosankan. Hanya, detail teknis mengakibatkan emosi pasangan calon terpancing," ungkap Kohar.
Emil tampil lebih agresif. Akibatnya, ia tampak tak bisa memaparkan masalah dengan jernih. Padahal, di awal debat, Emil tampil menguasai situasi.
Pendapat senada pun disampaikan peneliti dari Indo Barometer, Muhammad Qodari. Qodari menilai format debat sudah memuaskan. Tapi, panitia harus bisa mengatur format menjadi lebih tertib.
"Faktor emosi ternyata menjadi pantauan pemirsa. Sehingga kandidat harus bisa mengolah emosi," ujar Qodari.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((RRN))