medcom.id, Jakarta: Pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Dede Sudrajat-Asep Hidayat Surdjo, mensinyalir ada pelanggaran pada Pilkada Kota Tasikmalaya. Salah satunya dugaan keterlibatan birokrasi untuk memenangkan pasangan petahana Budi Budiman-Muhammad Yusuf.
"Adanya keterlibatan birokrasi, di mana salah satunya Sekda yang menginstruksikan kepada kepala-kepala dinas dan PNS. Jika SK-SK-nya ingin ditandatangani, mereka harus mendukung paslon nomor urut dua (petahana)," kata kuasa hukum Dede-Asep sebagai pemohon, Unoto Dwi Yulianto dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat 17 Maret 2017.
Unoto mengatakan, Camat Cipedes bertindak tidak netral dengan mengirimkan pesan singkat kepada para PNS, bahwa seluruh camat mendukung petahana. Begitu juga Camat Purbaratu. "Dia aktif menggalang. Karena dia juga ketua asosiasi RT/RW, menggalang dukungan untuk pasangan calon nomor urut dua," ucap dia.
Unoto juga membeberkan dalam sidang pendahuluan perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) di MK ini, terkait adanya politik uang. Pertama, pembagian uang pecahan Rp100 ribu sehari sebelum pencoblosan.
"Sengaja tidak kita jadikan barang bukti, karena nanti biar saksi yang menghadirkannya yang mulia," ucap dia.
Kemudian terdapat pembagian ponsel berbasis Android oleh tim sukses pasangan nomor urut dua. Namun, Unoto tidak merinci kepada siapa Android dibagikan. "Nanti akan dijelaskan saksi yang kita hadirkan, yang mulia. Bukti P14," ucap dia.
Unoto menambahkan, pihaknya menemukan bukti penggunaan APBD untuk memenangkan petahana. Di antaranya pengadaan seragam batik yang disusupi batik terkait pencalonan petahana. "Kita punya buktinya. Ada baju batik bertuliskan Budi-Yusuf dengan anggaran Rp250 juta," ucap dia.
Unoto mengatakan hal tersebut berupa pelanggaran yang dilakukan pihak terkait dalam sidang ini. Sementara dugaan pelanggaran pihak termohon, dalam hal ini KPUD Kota Tasikmalaya, Unoto juga mengantonginya.
Di antaranya dugaan mobilisasi oleh termohon melalui modus surat keterangan. Kemudian, termohon tidak netral. "Karena di beberapa TPS yang kami temukan, KPPS justru mencoblos mewakili tuna netra," ucap dia.
Dengan demikian, kuasa hukum pemohon berharap MK membatalkan keputusan termohon, yakni KPU Kota Tasikmalaya Nomor 17/Kpts/KPU-Kota-011.329197/XII/2017. Yaitu tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tasikmalaya tahun 2017, yang memenangkan pasangan petahana.
"Memerintahkan termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU) untuk seluruh TPS sekota Tasikmalaya," ucap kuasa hukum.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((YDH))