Jakarta: Direktur Eksekutif Indonesia Law and Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy menanggapi Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 perihal perubahan ambang batas presentase jumlah suara parpol dalam mengusung calon kepala daerah di
pilkada.
Rizaldy menyebut putusan tersebut bisa saja baru berlaku di 2029. Alasannya dikarenakan tahapan Pilkada 2024 sudah mulai berjalan.
"Putusan 60 ini bisa saja tidak berlaku di Pilkada 2024, karena tidak ditegaskan dalam putusannya kapan pelaksanaan Putusan 60 ini, jadi bisa jadi 2029, karena tahapan pilkada (2024) sudah dimulai. Berbeda dengan Putusan 90 tahun 2023 soal minimal usia capres-cawapres didalamnya itu tegas secara
expressive verbis (jelas dan nyata) disebut pelaksanaan putusan itu berlaku di Pilpres 2024," ujar Rizaldy.
Ia menambahkan bahwa hal yang diubah oleh Mahkamah Konstitusi ini adalah jantungnya pilkada yaitu pengusungan partai politik, hal itu sangat krusial dalam tahapan pilkada.
"Memang Putusan MK itu berlaku secara
erga omnes, yang dimana putusannya berlaku saat diucapkan, tapi ingat, dalam hal eksekutorial atau pelaksanaan Putusan MK biasanya disebut dalam setiap Putusan MK dan hal ini bisa menjadi yurisprudensi, dan itu menjadi pedoman menurut saya, jadi harus disebut secara tegas dilaksanakan dan berlaku pada tahun kapan, agar Pemerintah, DPR apalagi dalam hal ini ada KPU jelas untuk melaksanakan setiap Putusan MK," beber Rizaldy.
DPR bahas putusan baru MK
Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Firman Soebagyo menyatakan kalau DPR akan membahas putusan MK pada Rabu, 21 Agustus 2024. "Jadi setelah ada putusan MK, pimpinan DPR menggelar rapat Bamus (badan musyawarah) untuk mengagendakan pembahasan revisi UU Pilkada," ujar Firman.
Meski begitu ia mengatakan pihaknya tidak berencana menganulir putusan MK tersebut mengingat putusan MK sudah final dan binding. "Putusan MK tidak bisa diabaikan. Ya kita lihat nanti, apakah dari 35 DIM yang diserahkan pemerintah bakal terkait ambang batas pencalonan atau enggak. Harapan saya, semua pihak harus berpedoman pada putusan MK," tutur Firman.
Artinya besar kemungkinan kalau penerapan putusan baru MK tersebut akan didorong dilakukan pada Pilkada 2029 mendatang.
MK sebelumnya menurunkan ketentuan ambang batas Pilkada melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. Ketua MK, Suhartoyo menyampaikan ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD atau 20 persen kursi DPRD.
MK memutuskan ambang batas Pilkada akan ditentukan perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10 persen, 8,5 persen, 7,5 persen dan 6,5 persen, sesuai dengan besaran DPT di daerah terkait.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))