Jakarta: Kebijakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melantik Komjen M.Iriawan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat secara undang-undang bisa diperdebatkan keabsahannya. Namun, secara politis keputusan ini dinilai sebagai blunder.
Jeirry menilai keputusan menempati Iriawan di Jawa Barat ada kalkulasi politik kedepannya. Mengingat, Jawa Barat sebagai barometer politik nasional yang mendominasi 18 persen suara nasional saat pemilu nanti.
"Dalam kaitan dengan ini Pilkada Jabar kepentingan bukan Pilkada Jabar. Tapi pemilu 2019. Ini bisa jadi ruang untuk memobilisasi banyak kekuatan yang ingin upaya politik di 2019," kata Pengamat pemilu Komite Pemilih Indonesia (TePi) Jeirry Sumampow dalam diskusi 'Netralitas TNI-Polri' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 22 Juni 2018.
Baca: Kemendagri tak Gentar Angket DPR
Meski secara UU Mendagri berargumen sudah sesuai UU, jauh secara politis keputusan yang sangat tidak bijak. Keputusan ini justru menimbulkan kegaduhan baru di Pilkada Jawa Barat yang relatif tenang sebelumya.
Padahal, indeks kerawanan Pilkada status Jawa Barat sebagai daerah rawan sudah dicabut. Ia khawatir setelah pelantikan Iriawan ini potensi munculnya kerawanan konflik di Pilkada Jawa Barat kembali muncul.
"Pilkada Jabar relatif tenang. Jabar dikeluarkan dari daerah potensi rawan pemilu. Tapi menurut keputusan Mendagri ini membuat Pilkada jabatan gaduh. Dan netralitas polisi jadi sorotan," jelas Jeirry.
Baca: Pemilihan Iriawan Disebut bukan untuk Memenangkan Calon dari Polisi
Ia menambahkan yang timbul di tengah masyarakat kini asumsi liar pelantikan Iriawan. Keputusan blunder padahal Pilkada hanya tinggal beberapa pekan saja. "Jadi agak blunder keputusan yang kurang dua pekan sebelum Pilkada," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((YDH))