Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menerima laporan politik uang terjadi di beberapa daerah. Ribuan tempat pemungutan suara masuk peta rawan.

"Bawaslu memetakan 1.100 TPS memiliki potensi praktik politik uang," kata anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar dalam Live Event Pilkada Metro TV, Selasa, 9 Desember 2020.

Temuan dan laporan praktik politik uang sampai ke tangan Bawaslu dalam pengawasan yang dilakukan beberapa hari sebelum pencoblosan 9 Desember 2020. Praktik politik uang untuk memperoleh suara yang dipakai calon beragam.

"Ada yang menggunakan sembako, ada yang ditangkap tangan membawa uang dalam jumlah besar, ada yang membawa uang dalam amplop," kata Fritz.

Bawaslu bekerja sama dengan penegak hukum seperti polisi dan kejaksaan untuk menggencarkan patroli di daerah. Dia berharap praktik politik uang di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 berkurang.

Baca: Warga Tangsel Anggap Wajar 'Serangan Fajar'

Pengamat politik Ray Rangkuti mengakui politik uang menjadi permasalahan yang terus muncul di setiap pesta demokrasi. Politik uang diprediksi Rangkuti masih masif di Pilkada Serentak 2020.

"Mungkin, sekitar 7 dari 10 pemilih menerima uang," kata Rangkuti.

Walau demikian, dia menilai pemilih makin cerdas berdemokrasi. Pemilih belum tentu memilih orang yang memberinya uang.

Dia meyakini warga yang akan memilih calon karena faktor amplop uang tak lebih dari 30 persen total penerima. Sebagian besar pemilih akan mencoblos kandidat yang sesuai dengan nurani.

"Jadi terima uangnya, tapi tak pilih orangnya itu terjadi. Masyarakat semakin cerdas dalam memilih," kata dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id

((SUR))