Jakarta:
Komisi Pemilihan Umum (KPU) diusulkan memberi fasilitas pendukung kolom atau kotak kosong di Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) Serentak 2024. Kondisi ini terjadi apabila adanya calon tunggal di wilayah yang menyelenggarakan pilkada.
"Saya mengusulkan KPU bisa memberikan fasilitas dan hak kepada pendukung kolom kosong untuk berkampanye di pilkada," kata Dosen Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) Titi Anggraini dalam webinar bertajuk 'Menggugat Fenomena Calon Tunggal Pilkada Serentak 2024', Minggu, 4 Agustus 2024.
Menurut Titi, hal ini untuk memberikan keadilan. Karena KPU dapat memfasilitasi calon tunggal tetapi tidak bagi pemilih kotak kosong.
"Jadi kalau KPU memfasilitasi calon tunggal untuk kampanye mestinya perlakuan yang proporsional dan adil. Karena asas pemilu kita adil, juga harus diberikan fasilitasi kampanye itu kepada (pendukung) kolom kosong," ujar dia.
KPU dapat memberikan fasilitas berupa menyebar alat peraga kampanye kotak kosong di berbagai saluran. Supaya tak dianggap partisan, KPU dinilai dapat menyerahkan desain alat peraga kampanye kotak kosong ke kelompok independen.
"Misalnya KPU tidak ingin dibilang partisan, serahkan saja kepada kelompok independen yang ditunjuk oleh KPU untuk mendesain materinya," ujar Titi.
Dia juga mengingatkan hak kampanye bagi pendukung kotak kosong harus diikuti dengan prinsip transparansi dan pelaporan dana kampanye ke KPU. "Supaya tidak ada peredaran dana-dana ilegal begitu," jelas Titi.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) itu menilai KPU tak perlu takut memberikan fasilitas itu. Meskipun tidak ada aturannya di undang-undang.
KPU dapat menggunakan dasar Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 4 tahun 2015 yang membolehkan pemantau pilkada terakreditasi untuk menjadi pemohon di perselisihan hasil pilkada calon tunggal. Aturan itu terbit atas dasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 100 tahun 2015.
"Padahal di undang-undang itu hanya disebutkan para pihak itu ya pasangan calon, pasangan calon itu siapa, pasangan calon itu yang diusung oleh partai politik atau pasangan calon perseorangan. Tapi MK berani membuat terobosan melalui peraturan MK nomor 4 tahun 2015, memberikan legal standing kepada pemantau (pemilu) terakreditasi untuk menjadi pemohon dalam proses perselisihan hasil pilkada calon tunggal, apabila si calon tunggalnya menang. Kalau calon tunggalnya kalah dia boleh menjadi pihak terkait," jelas Titi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((LDS))