Demikian pula dengan pilkada. Tensi pilkada serentak terus meningkat dengan pusat perhatian tertuju pada Ibu Kota. Namun sayang, suasana panas yang tercipta bukan karena sengitnya adu program antarkandidat. Hasutan yang mengarah pada praktik kampanye hitam menjadi biang keladi terjadinya tensi yang tinggi.
Tiga kandidat yang berlaga dalam pilkada DKI memang tampak mematuhi koridor aturan kampanye. Sesekali mereka melontarkan kampanye negatif untuk menyerang lawan, hal yang masih diperbolehkan. Akun-akun resmi mereka di media sosial bertindak sopan dan patuh pada ketentuan KPU. Sosialisasi program-program unggulan sembari memancing aspirasi netizen
mewarnai akun resmi.
Akan tetapi, bila kita tengok di luar itu, ajang pilkada bak arena tawuran; beringas dan tanpa etika. Kampanye hitam berseliweran di media sosial tanpa ada upaya membendung. Netizen
yang terhasut ikut memperderas laju penyebaran kampanye yang sesungguhnya terlarang tersebut.
Peraturan KPU No 12 Tahun 2016 Pasal 66 dengan tegas menyebut batasan isi kampanye. Dalam kampanye dilarang menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
Kampanye juga tidak boleh berisi ancaman dan anjuran penggunaan kekerasan untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Kampanye yang mengganggu keamanan, ketenteraman, dan ketertiban umum jelas terlarang.
Faktanya, larangan itu tidak bertaring. Media sosial justru dipenuhi kampanye hitam. Badan Pengawas Pemilu pun mengaku tidak bisa menindak. Mereka hanya berwenang mengawasi akun-akun yang didaftarkan secara resmi ke KPU. Terhadap akun-akun dan tim di luar yang didaftarkan ke KPU, Bawaslu lepas tangan.
Pihak kepolisian pun hanya pasrah menunggu aduan. Masyarakat seakan dibiarkan terimbas hasutan kampanye hitam. Sangat bisa dimaklumi ketika Presiden Joko Widodo mengangkat persoalan itu berkali-kali. Masyarakat yang memiliki akal sehat pun merasa resah dengan situasi belakangan. Ketenteraman telah terusik, rakyat se-Tanah Air mulai terpecah belah. Padahal, yang menjadi topik hanya pilkada DKI Jakarta.
Tensi yang tinggi hanya bisa diturunkan dengan aksi-aksi yang menyejukkan. Kita mengapresiasi gelaran-gelaran di berbagai daerah yang bertujuan mempererat kerukunan bangsa. Segenap masyarakat yang tidak ingin bangsa terpecah belah tentu sepakat rasa toleransi selayaknya terus dipupuk.
Lebih jauh, kita juga meminta aparat penegak hukum lebih saksama mencermati hasutan-hasutan kampanye hitam di media sosial. Kalaupun tidak bisa dijerat dengan pasal-pasal pidana kampanye, masih ada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang bisa jadi pegangan.
Pilkada bertujuan mendapatkan pemimpin-pemimpin daerah yang terbaik, bukan pemimpin yang dipoles kampanye hitam di media sosial. Rakyat pun ingin memilih kepala daerah sesuai hati nurani, tidak tunduk pada hasutan.
