Editorial Media Indonesia
Editorial Media Indonesia ()

Netralitas Presiden di Pilkada

03 Oktober 2016 05:56
NETRAL pada hakikatnya identik dengan adil. Dalam demokrasi, netral berarti memperlakukan mereka yang berkompetisi dalam pemilihan umum secara setara.
 
Itu artinya netral juga identik dengan tidak memihak. Dalam konteks demokrasi, memihak ialah sebuah sikap atau perilaku yang memperlakukan secara berlebihan salah satu di antara mereka yang berkompetisi dalam pemilihan umum jika dibandingkan dengan yang lain.
 
Sikap netral dalam demokrasi harus dimiliki negara dan segala aparatusnya. Negara dan aparatusnya, mulai presiden sebagai kepala negara hingga pegawai negeri sipil golongan terendah serta anggota Polri dan TNI, harus bersikap netral dan berlaku adil. Demokrasi mengharamkan keberpihakan negara.
 
Di era reformasi yang menunjukkan semakin demokratisnya Indonesia, kita harus sungguh-sungguh mengatur perkara netralitas ini. Kita tidak menghendaki keberpihakan negara dan semua aparatusnya pada satu partai politik seperti di masa Orde Baru terulang di era reformasi ini. Begitu pentingnya persoalan netralitas, banyak pihak membicarakannya menjelang pilkada serentak Februari 2017. Mereka menginginkan negara bersikap netral dalam pilkada.
 
Presiden Jokowi sebagai kepala negara berulang kali mengatakan dirinya akan bersikap netral dalam pilkada, terutama pilkada DKI. Presiden Jokowi melalui Staf Khusus Bidang Komunikasi Johan Budi menegaskan, sebagai kepala negara, ia tidak memihak, berdiri di atas semua pasangan calon.
 
Kepentingan Presiden Jokowi ialah bagaimana pilkada berlangsung aman, jujur, adil, dan demokratis sehingga bisa menghasilkan kepala daerah yang kompeten dan berintegritas.
 
Kita berharap pernyataan itu menjawab spekulasi bahwa Presiden Jokowi tidak netral dalam pilkada DKI. Disebut spekulasi karena tudingan bahwa Presiden berpihak kepada salah satu pasangan kandidat sekadar tafsir, belum tentu merupakan kejadian sesungguhnya.
 
Sebagai contoh, ketika Presiden Jokowi berdua saja dengan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama meninjau proyek moda raya terpadu MRT), ada yang berspekulasi itu simbol keberpihakan Presiden kepada bakal calon gubernur petahana. Padahal, seperti kata Ahok, Presiden ingin tahu lebih detail kemajuan proyek MRT.
 
Spekulasi lain muncul terkait dengan kedatangan Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menemui Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Ada yang berspekulasi bahwa lewat Pratikno, Presiden Jokowi mendorong Gerindra mencalonkan Anies Baswedan dan itu merupakan bentuk dukungan Presiden kepada Anies.
 
Kita khawatir spekulasi semacam itu hanya bertujuan ‘menjebak’ Presiden, sekadar hendak membentuk opini bahwa Presiden berpihak kepada salah satu calon.
 
Spekulasi keberpihakan Presiden bukan cuma merugikan Presiden, melainkan juga merugikan salah satu calon dan menguntungkan kandidat lain. Oleh karena itu, kita menghendaki spekulasi yang tidak perlu itu segera diakhiri.
 
Betul bahwa kita harus terus mengawal negara agar bersikap netral dalam pilkada. Namun, kita tidak menghendaki bentuk kawalan itu berupa spekulasi-spekulasi yang cenderung merupakan tudingan.
 
Selain untuk menghasilkan kepala daerah yang kompeten, kredibel, dan berintegritas, pilkada merupakan wahana untuk menguji keadaban demokrasi kita. Kita tidak menghendaki pilkada dipenuhi spekulasi yang cenderung merupakan tudingan karena itu menunjukkan kemunduran keadaban demokrasi kita.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase

TERKAIT
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif