EKSISTENSI Indonesia sebagai negara kesatuan betul-betul sedang diuji. Rajutan kemajemukan terancam hancur, terbakar oleh panasnya rivalitas antarkelompok yang sungguh-sungguh telah kebablasan.
Sudah sekitar dua bulan bangsa ini seakan terpanggang dalam bara pilkada DKI Jakarta. Ajang perebutan posisi gubernur dan wakil gubernur Ibu Kota periode 2017-2022 itu sebenarnya gelaran biasa, sama seperti 100 pilkada di daerah lain yang akan digelar serentak. Namun, pilkada DKI Jakarta menjadi luar biasa karena persoalan keyakinan ikut dibawa-bawa hingga akhirnya calon petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama.
Pilkada DKI Jakarta biasanya memang berlangsung sengit, tetapi kali ini benar-benar memanas. Penetapan Ahok sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri lewat gelar perkara terbuka, tetapi terbatas sedikit mendinginkan suasana. Akan tetapi, bukan berarti api pertentangan benar-benar padam. Masih ada bara tersembunyi yang sewaktu-waktu bisa meletup, kemudian bergolak.
Mustahil dimungkiri, persoalan Jakarta telah menguras energi dan pikiran kita. Energi Presiden Joko Widodo dan jajarannya yang semestinya dicurahkan untuk mempercepat pembangunan tersedot ke sana. Demikian pula dengan tokoh-tokoh bangsa dan tentu saja energi kita, energi rakyat kebanyakan.
Tidak ada satu pun alasan untuk terus mempertaruhkan masa depan bangsa ini dalam bara Jakarta. Tidak ada satu pun rakyat yang berpikiran waras ingin polarisasi di antara anak bangsa terus terjadi. Semua orang, kecuali para petualang yang menggantungkan hidup dalam kekacauan, ingin suasana yang panas menjadi sejuk, yang tidak normal kembali menjadi normal.
Karena itu, kita mendukung penuh langkah para elite untuk mendinginkan suasana sekaligus menggelorakan lagi semangat persatuan dan kesatuan. Safari kebangsaan yang dilakukan Presiden Jokowi sejak sebelum demo damai 4 November hingga kini ialah upaya yang tepat. Komitmen kebangsaan juga ditunjukkan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
PBNU, PP Muhammadiyah, dan MUI pun berada dalam resonansi senada. Tak ketinggalan, TNI dan Polri kemarin menggelar doa bersama di sejumlah tempat demi keselamatan negeri ini. Mereka ingin semua pihak menurunkan tensi dan menenangkan diri.
Terkait dengan kasus Ahok, mereka ingin seluruh kalangan menghormati dan mengawal proses hukum yang sedang berlangsung. Ketika hukum sedang ditegakkan, demonstrasi susulan tentu tak lagi relevan. Biarkan hukum bekerja dengan tangannya sendiri tanpa perlu dipenetrasi sana-sini.
Jika masih ada massa yang turun ke jalan, tak berlebihan jika publik kemudian menyimpulkan bahwa aksi mereka bukan lagi murni lantaran keyakinan, melainkan karena kepentingan politik atau uang. Juga, tak sepantasnya lagi jika masih ada, siapa pun dia, yang terus obral bicara pemanas suasana.
Sudah saatnya kita tertib lisan dan tindakan sehingga situasi panas tak semakin memanas. Rakyat merindukan ketenangan. Keutuhan bangsa ini pun terlalu mahal untuk kita biarkan tercabik-cabik karena perbedaan prinsip dan kepentingan pribadi atau golongan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
