HARI ini, 20 Oktober, tepat dua tahun Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintah negeri berpenduduk 240 juta jiwa. Inilah saat tepat untuk mengingatkan Jokowi-JK agar tetap konsisten merealisasikan janji-janji kampanye. Tema besar janji kampanye Jokowi-JK ialah jalan perubahan untuk Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian.
Terus terang, dalam dua tahun ini, sudah banyak yang dikerjakan meski masih lebih banyak lagi yang mesti dilakukan untuk mewujudkan jalan perubahan itu. Jalan perubahan yang dicanangkan Jokowi-JK sesungguhnya sebuah solusi untuk mengatasi tiga persoalan utama bangsa, yaitu merosotnya kewibawaan negara, melemahnya sendi-sendi perekonomian nasional, dan merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.
Tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK fokus pada konsolidasi politik. Keberhasilan konsolidasi politik itu sepenuhnya dimanfaatkan untuk penguatan sendi-sendi perekonomian nasional. Manfaatnya sudah dirasakan masyarakat. Untuk merangkul investor, misalnya, pemerintah berupaya memudahkan proses investasi. Upaya itu, antara lain, berupa paket kebijakan ekonomi, yang sejak diterbitkan pertama kali pada September 2015 hingga kini sudah 13 paket.
Tidak hanya itu. Negara hadir secara nyata dalam pembangunan infrastruktur yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tujuan utama pembangunan infrastruktur tentu saja mempersempit kesenjangan antardaerah. Hasilnya nyata antara lain jumlah penduduk miskin terus berkurang. Pembangunan infrastruktur juga mampu menghela laju pertumbuhan ekonomi di tengah ekonomi global yang sedang lesu.
Kata kunci penguatan sendi-sendi perekonomian nasional ialah kreativitas. Program pengampunan pajak salah satu bentuk kreativitas itu. Capaian tahap pertama program pengampunan pajak ternyata melampaui perkiraan banyak pihak. Keberhasilan itu tidak terlepas dari turun tangan langsung Presiden Joko Widodo melakukan sosialisasi. Masih ada dua tugas penting Jokowi-JK yang harus segera diselesaikan, yaitu terkait dengan merosotnya kewibawaan negara serta merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian bangsa.
Harus jujur diakui bahwa jati diri bangsa terkoyak oleh merebaknya konflik sektarian dan berbagai bentuk intoleransi. Ragam bentuk intoleransi menyertai pelaksanaan demokrasi lokal pemilihan kepala daerah. Negara tidak boleh abai dalam mengelola keragaman dan perbedaan yang menjadi karakter Indonesia sebagai bangsa yang majemuk. Alangkah eloknya bila Presiden sendiri turun tangan mengelola keragaman setelah para tokoh agama terlibat untuk mengimbau umat menahan diri.
Kehadiran negara dalam mengelola keberagaman menunjukkan kewibawaan negara. Bukankah selama ini negara disebut absen dalam mengelola toleransi sehingga konflik sering kali terjadi? Tugas Jokowi-JK yang tidak kalah pentingnya ialah mengembalikan kewibawaan negara. Wibawa merosot ketika negara tidak kuasa menegakkan supremasi hukum. Dalam dua tahun ini, reformasi bidang hukum masih berjalan tertatih-tatih.
Hukum tampaknya belum menjadi agenda utama dalam tata kelola pemerintahan jika dibandingkan dengan politik dan ekonomi. Dua tahun memerintah memang belumlah cukup untuk menilai Jokowi-JK. Akan tetapi, jalan perubahan untuk Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian semakin tampak terbentang lebar. Warga pun mulai merasakan kehadiran negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
