Akuisisi data tersebut, sambungnya, sebenarnya dapat dicegah dengan memanfaatkan fitur yang sudah ada, yakni double cross check. Fitur double cross check dapat mempermudah pengguna untuk mengetahui bila ada perangkat baru yang ingin mengakses akun media sosial miliknya.
Namun, tidak dapat dimungkiri masih banyak pengguna tertipu dengan ketidakpedulian atau ketidaktahuan adanya sistem double cross check tersebut. Artinya, semua itu tergantung dari pemilik sosial media.
"Biasanya dipicu dengan pemiliknya yang kurang aware. Rata-rata sebagian besar menggunakan social engineering dengan pendekatan mengelabui pengguna yang asli," tambah Badrus.
Baca: Epidemiolog Unpad Bagi Tips Vaksinasi Saat Puasa Ramadan
Selain cara akuisisi data, ada pula cara lain yang juga sedang marak saat ini yaitu memberikan informasi melalui kiriman link. Link tersebut bisa jadi menuju kepada suatu aplikasi atau script-script yang tujuannya untuk mencuri data misalnya history aktivitas browser, informasi yang tersimpan sementara di folder tertentu di handphone atau laptop.
Baginya, penipuan dengan link sangat mudah diketahui dengan cara melihat link yang dibagi adalah resmi atau tidak. "Jadi, sederhananya lihat saja link-nya. Misalkan ada link detik dot com, sebelum detik dot com itu ada tambahan seperti detik blabla dot com. Biasanya yang sebelum dot com atau dot net itu enggak jelas berarti itu penipuan," terangnya.
Badrus menekankan bagi pengguna sosial media sebaiknya menghindari pemanfaatan fitur remember password dan username pada browser saat menggunakan perangkat laptop yang dipakai bersama. Itu ditujukan untuk meminimalisasi dampak buruk yang mungkin terjadi, misalnya pencurian data pribadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id