Menurutnya, penggunaan kendaraan pribadi selama mudik akan meningkatkan emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil. "Dengan peningkatan penggunaan mobil dan motor pribadi, serta penambahan frekuensi kereta api, bus, dan penerbangan, emisi gas rumah kaca dan jejak karbon transportasi akan meningkat," ujarnya dalam siaran pers IPB, dikutip Jumat, 28 Maret 2025.
Selain itu, kebiasaan packing sekali pakai (throw away packing) selama perjalanan mudik turut berkontribusi terhadap peningkatan limbah padat. Untuk itu, Hefni menekankan pentingnya penggunaan kemasan yang dapat dipakai berulang kali untuk mengurangi sampah yang dihasilkan.
Hefni menyebut, peningkatan jumlah kendaraan pribadi selama mudik diprediksi akan meningkatkan pencemaran udara dan kebisingan. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk mempertimbangkan angkutan umum massal sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan.
Di sisi lain, pemerintah pun diharapkan dapat meningkatkan fasilitas angkutan massal yang tepat waktu, aman, nyaman, serta memiliki tujuan yang banyak. "Penyediaan fasilitas ini bisa didorong dengan pemberian insentif kepada penyelenggara angkutan massal, baik BUMN maupun swasta," kata Hefni.
“Kita patut apresiasi atas upaya pemerintah yang membuka ruang WFH (Work From Home) dan WFA (Work From Anywhere) bagi para karyawan jauh hari sebelum lebaran untuk antisipasi lonjakan penumpukan kepadatan transportasi mudik, sekaligus dapat berperan mereduksi emisi gas rumah kaca,” ujarnya.
Baca juga: Ini 7 Rahasia Kulit Tetap Segar Selama Puasa |
Dalam menghadapi lonjakan mudik, penggunaan angkutan umum massal dianggap sebagai pilihan terbaik. Namun, bagi yang tetap memilih kendaraan pribadi, ia menyarankan untuk memanfaatkan masa libur yang panjang agar perjalanan tidak terjadi secara bersamaan, yang dapat mengurangi akumulasi pencemaran udara, kebisingan, dan sampah.
Prof. Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil., adalah akademisi dan pakar di bidang manajemen sumber daya perairan dan lingkungan yang saat ini menjabat sebagai Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana di IPB University, meraih gelar magister dari The University of Sheffield, Inggris, serta gelar doktor dari Heinrich Heine University, Jerman.
Selain aktif mengajar dan meneliti, ia pernah menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB University dan Ketua Badan Kerjasama Pusat Studi Lingkungan Indonesia. Keahliannya mencakup kajian lingkungan, pengelolaan kualitas air, serta analisis dampak lingkungan (AMDAL), dengan keterlibatan dalam berbagai proyek nasional dan internasional, termasuk sebagai instruktur dan tenaga ahli di World Bank.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News