Pengolahan emas tanpa merkuri bikinan BRIN. DOK BRIN
Pengolahan emas tanpa merkuri bikinan BRIN. DOK BRIN

BRIN Ciptakan Teknologi Pengolahan Emas Tanpa Merkuri di Pertambangan Rakyat

Renatha Swasty • 03 Februari 2023 15:25
Jakarta: Pusat Riset Teknologi Pertambangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) didukung United Nation Development Program (UNDP) terlibat dalam program Global Opportunities for Long-Term Development Integrated Sound Management of Mercury in Indonesia’s Artisanal and Small Scale Gold Mining (GOLD-ISMIA). Program tersebut bertujuan menghapus penggunaan merkuri pada pertambangan emas rakyat atau pertambangan emas skala kecil (PESK).
 
Salah satunya dengan cara mengembangkan teknologi alternatif pengolahan emas bebas merkuri. BRIN menggandeng pemerintah daerah Kulonprogo membangun pilot project pengolahan emas bebas merkuri di Desa Kalirejo, Kulonprogo, Yogyakarta.
 
“Hal ini diharapkan mampu menjadi jembatan dan katalis untuk transfer teknologi, sehingga menjadi titik tolak penghapusan merkuri dan perbaikan kondisi PESK di Indonesia,” kata periset Pusat Riset Teknologi Pertambangan, Dadan Nurjaman, dikutip dari laman brin.go.id, 3 Januari 2023.

Dadan menjelaskan pilot project tersebut mengadaptasi teknologi pelindian sianidasi. Proses pengolahan hingga pengelolaan limbah didesain melalui serangkaian studi dan optimasi, sehingga aman bagi kesehatan dan lingkungan.
 
“Konstruksi pilot plant didesain dan dibangun menggunakan sumber daya lokal atau dalam negeri dengan material murah dan mudah untuk didapatkan, dengan bahan baku bijih yang diproyeksikan berjenis bijih emas primer yang mengandung emas berukuran sangat halus,” jelas dia.
 
Dia menyebut penambang emas skala kecil bisa biasa mengolah emas tanpa merkuri melalui proses sianidasi. Caranya, biji emas dihancurkan dan digiling menggunakan ball mill yang berukuran hampir sama dengan yang digunakan di tambang rakyat yaitu berdiameter 30 cm.
 
“Biasanya, ball mill itu standarnya menggunakan bijih besi mulai ukuran kecil sampai besar. Sementara itu, untuk proses penghalusan, hingga menjadi tepung sebesar 200 mesh atau sekitar 75 mikrometer supaya emasnya bisa diproses, karena emasnya sangat halus dan ukuran butirnya itu 5-40 mikrometer,” ujar Dadan.
 
Dia mengatakan proses penggilingan emas sebetulnya bisa menggunakan berbagai material penggerus yang bagus, tetapi mahal dan butuh perawatan lebih. Sedangkan, lokasi tambang jauh di pelosok, sehingga sulit mendapatkan sparepart dari bola baja.
 
“Alternatif yang pertama adalah menggunakan bola baja seperti ini dari ukuran kecil sampai besar. Kedua juga bisa menggunakan sumber daya lokal atau kearifan lokal, yaitu menggunakan batu dari endapan sungai yang modelnya sudah relatif subbrownded atau berwarna kecoklatan,” papar dia.
 
Dadan menyebut mengenai efisiensi waktu penggilingan, penggunaan bola baja dan batang baja memakan waktu sekitar 3 jam. Sedangkan, menggunakan material alternatif memakan waktu 4 jam.
 
“Memang ada selisih 1 jam, tetapi dari sisi kemudahan di dalam operasional dan dari sisi biaya, ini jauh lebih murah. Sehingga tambang rakyat bisa berkelanjutan, tidak bergantung harus beli,” tutur dia.
 
Dia mengatakan dari hasil proses bijih emas menjadi tepung (halus) sebesar 200 mesh, dilanjutkan dengan mensirkulasi lumpur dalam sehari, dengan komposisi 40 persen tepung bijih emas dan 60 persen air. Kemudian, dimasukkan ke tangki pelidian (leaching) atau toren dan diolah, dilakukan proses pencampuran, dan suplai oksigen.
 
Setelah itu, dicampur dengan beberapa bahan pelarut yang dalam hal ini menggunakan sianida. Waktu proses reaksi yang dibutuhkan sekitar 48 jam. Tingkat pelarutan emas dipengaruhi oleh kekuatan difusi sianida dan oksigen dan perlakuan-perlakuan sebelum sianidasi.
 
“Pada proses sianida, setelah 4-6 jam, ditambahkan karbon aktif. Dalam prosesnya selama 48 jam, nanti emasnya akan terlarut oleh sianida. Pada saat terlarut, diserap oleh karbon,” jelas dia.
 
Setelah 48 jam, karbon aktif disaringkan dan dipisahkan dari lumpur. Kemudian, karbon aktif yang tersaring dilanjutkan dengan proses pembakaran sampai karbon aktif menjadi abu. Abu campuran emas selanjutnya dilakukan peleburan sehingga akan didapat berupa bullion emas.
 
“Bullion emas itu masih mengandung mineral lainnya, misalkan ada peraknya ataupun tembaganya, tetapi kalau emas oksida biasanya hanya emas dan perak. Setelah itu baru dilakukan pemurnian,” ujar dia.
 
Dadan mengatakan sisa lumpur yang masih mengandung sianida bebas sebesar 200 ppm itu bisa dipompa kembali untuk destruksi racun. Dia menyebut hanya dalam 4 jam, dari 200 ppm bisa sampai memenuhi baku mutu di bawah 0,5 ppm untuk dibuang ke lingkungan.
 
“Kami mengintervensi teknologi itu bukan hanya mengalihkan metoda dari merkuri ke non merkuri, tetapi juga bagaimana menangani limbahnya supaya aman dibuang ke lingkungan,” tegas Dadan.
 
Baca juga: Plepah, Produk Kreatif Ramah Lingkungan Hasil Kerja Sama BRIN dan Industri

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan