Jakarta: Penemuan jamur liar Lentinula lateritia, atau dikenal sebagai Indonesian Wild Shiitake, di kawasan hutan Kerinci, Jambi, menjadi bukti penting kekayaan hayati Indonesia yang belum tergali.
Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), IPB University, Dr Ivan Permana Putra, menyebut temuan ini sebagai kontribusi besar dalam memperkaya data biodiversitas nasional yang selama ini masih minim.
“Kita sering mengklaim sebagai negara megabiodiversitas, tetapi faktanya katalog jamur kita sangat terbatas. Sampai 2017, hanya 2.273 spesies jamur yang tercatat, padahal estimasi global mencapai 1,5 hingga 12 juta spesies,” ujar Ivan dalam siaran persnya, Senin, 14 Juli 2025..
“Maka, penemuan seperti Lentinula lateritia sangat penting untuk memperbaiki data dan pemahaman kita,” kata Ivan.
Ia menambahkan, eksplorasi jamur liar seperti ini tidak hanya penting dari sisi keilmuan, tetapi juga membuka peluang untuk pengembangan komersial. Indonesian Wild Shiitake asal Jambi memiliki ciri berbeda dari jamur shiitake budi daya (Lentinula edodes) yang umum dikenal masyarakat.
Warna Indonesian Wild Shiitake ini lebih merah kecokelatan dengan sisik-sisik jelas di bagian tudung, sementara shiitake budi daya berwarna cokelat gelap. Perbedaan keduanya juga telah dikonfirmasi melalui uji DNA. Selain itu, jamur budi daya umumnya tumbuh di daerah bersuhu dingin dan ditanam di bongkahan kayu, bukan baglog seperti jamur tiram.
Di Indonesia, budi daya shiitake masih terbatas dan bergantung pada impor bibit. “Jika kita bisa mengembangkan bibit lokal dari jamur liar ini, kita bisa menekan biaya produksi dan mengurangi ketergantungan pada impor,” jelas Ivan, Tim IPB University saat ini masih fokus pada tahap taksonomi dan akan melanjutkan ke proses budi daya serta produksi.
Penelitian awal menunjukkan bahwa Lentinula lateritia asal Indonesia memiliki karakter genetik yang berbeda dari isolat luar negeri yang tersedia di basis data internasional. Hal ini mengindikasikan adanya adaptasi khas terhadap ekosistem hutan tropis Indonesia, serta potensi kandungan senyawa bioaktif yang unik.
Baca juga: Nama Guru Besar IPB Diabadikan Jadi Nama Tanaman Berdaun Unik, Seperti Lukisan |
Menurut Ivan, kandungan senyawa fenolik dan polisakarida dalam jamur ini menunjukkan aktivitas antioksidan yang menjanjikan untuk dikembangkan dalam bidang pangan fungsional atau farmasi. Namun, pemanfaatannya tetap harus berbasis riset ilmiah yang kuat agar tidak menimbulkan risiko di kemudian hari.
Kolaborasi Masyarakat Adat
Ia juga menyoroti keterbatasan sumber daya manusia sebagai tantangan dalam eksplorasi jamur di Indonesia. Dengan luas wilayah yang besar, jumlah ahli taksonomi jamur di Indonesia dinilai masih sangat sedikit.
Untuk mengatasi hal tersebut, Dr Ivan menjalin kerja sama dengan masyarakat lokal, termasuk masyarakat adat. Mereka dilatih untuk mendokumentasikan, memotret, dan mengawetkan sampel jamur sebelum dikirim ke laboratorium IPB di Bogor.
Penemuan Lentinula lateritia di Jambi sendiri awalnya dilaporkan oleh seorang pemandu wisata setempat. Selain itu, kolaborasi juga dilakukan melalui komunitas daring seperti grup Facebook
“Komunitas Pemburu Jamur Indonesia” yang kini memiliki lebih dari 200 ribu anggota. Komunitas ini menjadi sumber informasi lapangan yang sangat membantu dalam pemetaan sebaran jamur di Indonesia.
Ivan berharap lebih banyak pihak terlibat dalam eksplorasi dan konservasi jamur liar Indonesia. “Kita tidak perlu mencari kebaruan terlalu jauh, karena jutaan spesies jamur di negeri ini belum terungkap. Justru mereka yang mencari kita,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di