Ilustrasi BRIN. DOK BRIN
Ilustrasi BRIN. DOK BRIN

3 Riset dan Inovasi BRIN di Bidang Pangan Memanfaatkan Teknologi Proses Radiasi

Renatha Swasty • 24 Maret 2023 16:14
Jakarta: Teknologi proses radiasi merupakan salah satu teknik yang cukup banyak digunakan dalam berbagai bidang. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah meneliti dan menginovasikan tiga hal dari proses radiasi.
 
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Proses Radiasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTPR BRIN), Sobrizal, menyampaikan riset tentang perakitan varietas padi melalui pemuliaan mutasi radiasi untuk meningkatkan produktivitas dan ketahanan hama penyakit utama.
 
"Perakitan varietas tanaman dapat dilakukan melalui pemuliaan mutasi radiasi, yang mana fasilitas, teknologi dan SDM-nya tersedia di Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN BRIN). Melalui pemuliaan mutasi sampai saat ini ORTN-BRIN telah berhasil melepas 33 varietas unggul padi," beber Sobrizal dalam pertemuan ilmiah "Riset dan Inovasi Teknologi Proses Radiasi" dikutip dari laman brin.go.id, Jumat, 24 Maret 2023.

Sobrizal menargetkan pada 2023 setidaknya ada delapan galur harapan yang memiliki produktivitas tinggi, kualitas hasilnya tinggi, dan tahan hama penyakit. Dia juga berharap pada 2024 ada satu yang dapat dilepas sebagai varietas unggul.
 
"Kemudian di tahun berikutnya varietas tersebut sudah mendapat Perlindungan Varietas Tanaman (PVT)," harap Sobrizal.
 
Sobrizal mengatakan dengan tersedianya varietas unggul padi berkualitas, produktivitas tinggi, umur genjah, dan tahan terhadap penyakit akan meningkatkan kualitas padi nasional dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani. Dia juga menjelaskan tahapan kegiatan riset ini.
 
Dia menuturkan bentukan galur menggunakan radiasi sinar gamma yaitu 200-300 Gy. Kemudian, dilakukan seleksi pada generasi kedua, pemurnian, dan berbagai pengujian.
 
"Dari data pengujian yang kita peroleh, kita susun diskripsi dari galur varietas tersebut dan proposal di serahkan ke tim varietas Kementerian Pertanian untuk dievaluasi dan dikeluarkan SK dari Kementerian Pertanian," ungkap Sobrizal.
 
Sementara itu, Peneliti Ahli Pertama PRTPR-BRIN, Akhmad Rasyid Syahputra, menyampaikan riset terkait Anti-Microbial Drip Absorbent sebagai alternatif kemasan bahan pangan segar. Drip Absorbent ini berfungsi sebagai penyerap air pada bahan pangan.
 
"Jika kita membeli ikan atau ayam basah di Supermarket, airnya pasti akan menetes ke bawah. Kalau dalam kemasan tidak ada drip absorbent maka pangan akan tetap basah, ada akumulasi bakteri, merusak dagingnya, tidak segar lagi dan akumulasi kotoran-kotoran lainnya, hal itu yang menyebabkan makanan hilang dan tidak bisa didistribusikan secara baik kepada konsumen," jelas dia.
 
Akhmad mengatakan berdasarkan data, di seluruh dunia ada sepertiga makanan yang hilang terbuang yaitu 1,3 juta ton. Hal ini sangat kontrakdiktif karena 795 juta orang kelaparan akibat makanan hilang tersebut.
 
"Jadi, urgensinya adalah ada upaya untuk mengurangi kehilangan pangan tersebut melalui pemilihan material kemasan dan teknologi pengemasan yang tepat, sehingga kualitas produk dan kesegaran makanan yang siap dikonsumsi tetap terjaga," jelas Rasyid.
 
Dia juga memaparkan riset dan inovasi proses pembuatan Anti-Microbial Drip Absorbent yang memakai sumber polimer alam dari pati.
 
"Pati ini simple, kita modifikasi menggunakan polimer asam akrilat. Pati terdiri dari rantai-rantai Amilosa dan Amilopektin. Ketika pati di iradiasi, Amilosa dan Amilopektin ini, sifatnya lengket kurang bisa menyerap air. Pati ini kita modifikasi menggunakan polimer yang sifatnya menyukai air," papar dia.
 
Akhmad mengatakan tidak hanya pati saja, harus ada polimer pendukung yang bisa meningkatkan sifat pati agar suka terhadap air.
 
"Kita modifikasi dengan asam akrilat sehingga bentuknya super water absorbent," tutur dia.
 
Periset PRTPR BRIN, Hadian Iman Sasmita, menjelaskan tentang exploring the utilization and operational system of different type of irradiation units to sterilize mosquito. "Kita meradiasi nyamuk, nyamuk ini jadi nyamuk mandul tapi kita punya beberapa teknologi. Jadi nyamuk yang kita mandulkan yang pertama tingkat kemandulannya harus 99 persen, yang kedua daya saing kawinnya," jelas dia.
 
Hadian mengatakan penelitian serangga mandul di Indonesia sudah memiliki tuntunan menyelesaikan teknologi secara ilmiah dan benar. Dalam penelitian ini terdapat beberapa fase, mulai dari fase 0 hingga 4.
 
"Kita baru berada di fase 1 mau ke 2, jadi tahun kemarin kita baru berhasil membuktikan serangga yang kita lepas itu bisa menurunkan populasi bukan kasusnya. Kita perlu SOP yang baku terkait riset ini, sehingga hasilnya akan sama dan terstandarisasi" ungkap Hadian.
 
Kepala PRTPR BRIN, Irawan Sugoro, berharap kelompok riset saling bersinergi agar dapat menghasilkan output yang telah ditetapkan. "Kelompok riset ini adalah suatu tim, jadi diharapkan dari semua anggota risetnya saling berkontribusi dan bisa menghasilkan keluaran yang memang sudah dijanjikan," ujar dia.
 
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN, Rohadi Awaludin, menyampaikan proses riset yang berjalan diserahkan kepada masing-masing pusat riset karena karakteristik kegiatan riset berbeda-beda sehingga sulit menyeragamkan prosesnya. Namun, ada beberapa hal-hal dasar atau pola-pola dasar yang bisa samakan.
 
Rohadi juga mengatakan harus terus menggalakkan dan menjaga knowledge sharing. Hal ini penting karena sangat efektif ketika semangat berbagi berjalan dengan baik sehingga akan menghasilkan program-program baru.
 
Baca juga: BRIN Kembangkan Produk Ikan untuk Tekan Angka Stunting

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan