Endang menekankan pentingnya penelitian mengenali aktivitas manusia dalam mendukung proses rehabilitasi medis, monitoring aktivitas lansia, hingga pengembangan gerakan robot cerdas.
“Agar dapat menyelesaikan berbagai aktivitas manusia, penelitian perlu dikembangkan melalui beragam metode untuk memperoleh akurasi tinggi,” kata Endang dalam sidang terbuka promosi doktor yang digelar di Departemen Teknik Elektro ITS melalui keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Rabu, 14 Agustus 2024.
Endang mengungkapkan pengenalan aktivitas manusia cukup penting dalam bidang kesehatan karena dapat mengamati gerakan-gerakan abnormal seseorang. Gerakan-gerakan manusia yang abnormal tersebut berpotensi menjadi salah satu indikator untuk mengamati risiko penyakit pada manusia, khususnya lansia.
“Dengan begitu, penelitian terkait pengamatan aktivitas manusia menjadi penting,” ucap dosen Teknik Elektro Universitas Jayabaya, Jakarta ini.
Endang memaparkan penelitiannya berjudul Model Kombinasi Pergeseran Sudut Sendi dengan Deep Learning untuk Mengenali Aktivitas Manusia. Disertasi Endang ini bertujuan mengenali aktivitas manusia berdasarkan ekstraksi fitur sendi.
“Penelitian ini menganalisis posisi sendi menggunakan model DCNN,” ungkap perempuan kelahiran Jombang, 27 April 1965 tersebut.
Penelitian ini mengamati 15 titik sendi yang ada pada manusia, termasuk kepala, bahu, dan pergelangan kaki yang akan menjadi indikator gerakan manusia dengan emanfaatkan kumpulan data Florence 3D Actions. Sendi dipilih menjadi indikator gerak karena merupakan penghubung antarrangka manusia yang bergerak mengikuti pola aktivitas manusia.
“Sehingga, sendi merupakan indikator yang tepat karena posisi titik sendi merepresentasikan pola aktivitas manusia,” papar alumnus S1 Teknik Elektro ITS ini.
Beberapa titik sendi tersebut akan dihitung jarak sendi antar frame dari satu segmen video pengamatan yang tersedia menggunakan teknik euclidean distance. Hasilnya, metode dengan perhitungan jarak sendi belum mampu membedakan beberapa aktivitas manusia, seperti duduk dan berdiri.
“Hal tersebut terjadi karena metode berbasis perhitungan jarak sendi hanya mempertimbangkan jarak perubahan posisi sendi secara absolut, tanpa memperhatikan arah gerakan,” papar dia.
Endang mengatakan perlu metode untuk dapat membedakan beberapa aktivitas manusia yang memiliki kemiripan pada jarak pergerakan. Alhasil, Endang menambahkan metode pergeseran sudut sendi yang terbukti mampu membedakan beberapa aktivitas yang memiliki perubahan jarak posisi sendi yang mirip, tetapi memiliki arah gerak yang berbeda seperti pada aktivitas duduk dan berdiri.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Endang memperoleh hasil memuaskan dengan perolehan akurasi sebesar 97,44 persen dengan loss sebesar 0,0602. Hasil evaluasi tersebut menunjukkan kinerja model yang optimal dan memiliki potensi yang besar untuk terus mengalami perkembangan.
“Semoga ke depannya penelitian terkait HMA (Human Motion Analysis) ini terus berkembang, khususnya pada bidang kesehatan kelompok rentan,” ujar dia.
Baca juga: Dosen ITS Temukan Teori Gempa Bumi Baru, Masuk Jurnal Internasional Bergengsi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News