Peneliti PR APS BRIN, Dyah Hidayati, memaparkan situs penguburan di Kepulauan Batu menunjukkan indikasi keberadaan sekelompok orang atau lebih di masyarakat. Mereka terikat dalam sebuah organisasi kemasyarakatan dan bermukim di suatu tempat, baik menetap ataupun berpindah-pindah.
"Ciri paling spesifik yang bisa kita perhatikan dari penguburan khas etnis Nias di Kepulauan Batu ini yaitu penggunaan keranda kayu. Namun, mereka memiliki keseragaman bentuk, dibuat dari sejenis kayu keras, sehingga tahan cuaca dengan bentuknya memanjang menyerupai perahu," papar Dyah dalam webinar Forum Kebhinekaan seri-19 bertema "Rekam Jejak Manusia dan Budaya di Austronesia" dikutip dari laman brin.go.id, Senin, 4 September 2023.
Dyah mengatakan peletakan jenazah mengarah ke arah laut. Peti-peti disusun berderet dengan bagian yang dipahatkan mengarah ke arah laut. Masyarakat Kepulauan Batu umumnya juga bermata pencaharian sebagai nelayan, serta mengandalkan hidupnya dari berkah laut.
Sementara itu, peneliti PR APS BRIN lainnya, Erlin Novita Idje Djami, menyampaikan Papua memiliki wilayah yang sangat luas, terdiri dari satu pulau besar dan ratusan pulau-pulau kecil, baik berpenghuni maupun tidak. Penguburan jenazah adalah suatu proses dalam suatu adat kematian.
Penguburan juga berkaitan erat dengan perlakuan orang hidup terhadap tubuh maupun tulang-tulang orang yang sudah mati. Mereka mempercayai, kuburan sebagai tempat terakhir bagi 'si mati' di dunia dan menjadi titik awal perjalanan menuju alam roh.
Salah satu bukti dari penguburan masa lampau di Papua dapat ditemukan jelas sisa-sisa manusia pada berbagai macam ruang alam seperti ceruk atau gua, celah-celah dinding batu hutan bukit, dan sebagainya. Sisa-sisa penguburan yang paling menonjol adalah tulang manusia.
Berdasarkan data jejak penguburan tersebut, ada beragam bentuk penguburan pada masa lampau di Papua, meliputi wilayah pegunungan tengah pedalaman pesisir dan pulau-pulau. Penguburan juga pada celah dinding yang hanya ada di wilayah pesisir penguburan.
Berdasarkan data arkeologi dan etnohistoris penguburan di Papua disimpulkan penguburan pada masyarakat Papua baik pesisir, pedalaman, dan pegunungan tengah sama-sama memanfaatkan gua atau ceruk sebagai tempat penguburan. Umumnya menggunakan dua bentuk penguburan, yaitu penguburan primer dan sekunder.
"Penguburan dengan wadah di wilayah pesisir tampak jelas ada pengaruh Austronesia, karena ada barang-barang yang disertakan. Cara di tanam dalam tanah ada penguburan dengan perabuan, dan juga ada penguburan dengan pemumian," beber Erlin.
Kemudian, peneliti PR APS BRIN, Sriwigati menyampaikan penguburan dengan penggunaan wadah kubur kayu yang dikenal bukan saja di daerah pengunungan, tetapi juga di daerah pesisir. Begitu pula dengan fungsi gua maupun ceruk yang ada di daerah Morowali, bukan saja difungsikan sebagai hunian pada masa prasejarah, tetapi berlanjut dan beralih fungsi menjadi tempat penguburan pada masa belakangan.
Kemudian penguburan dengan menggunakan soronga merupakan penguburan kedua yang disertai dengan bekal kubur.
Gunadi Kasnowihardjo, peneliti dari PR APS BRIN, mengungkapkan terkait sejarah Tiongkok pada masa prasejarah 2500 sebelum Masehi. Daratan Tiongkok Selatan, di lembah Sungai Kuning, merupakan satu perkampungan atau komunitas masyarakat yang telah maju.
Hal ini didukung kesuburan tanah, sehingga mereka hidup makmur dan telah menemukan teknologi pembuatan wadah dari tanah liat, dikenal dengan tembikar. Ini yang menjadi alasan peningkatan kesejahteraan masyarakat di lembah Sungai Kuning hingga sampai arah selatan dan barat, bahkan menyeberangi Pulau Hainan dan Taiwan.
Data kubur budaya Austronesia dalam pemahaman ini menjadi penanda dan karakteristik tertentu untuk mencirikan tradisi Austronesia yang berkembang di Nusantara.
Kajian penguburan tradisi Austronesia ini masih memerlukan studi dan fokus lebih spesifik. Tidak salah dikatakan kajian Austronesia tidak hanya berkonteks pada masa kini, namun jauh sejak kedatangan ribuan tahun lalu di wilayah Nusantara.
Kepala Organisasi Riset Arkelologi, Bahasa, dan Sastra BRIN Herry Jogaswara mengatakan webinar ini signifikan dan sangat berpengaruh di Indonesia. Sehingga, diharapkan dapat menjadi sebuah studi.
"Periset mulai melirik berbagai pendanaan riset internasional berkaitan dengan riset arkeologi," tutur dia.
Herry berharap periset bisa terlibat dalam project terkait preservasi yang ada di tempat terdekat. Mereka terus memberikan informasi dan pendekatan kepada lingkungan sekitarnya terkait kajian arkeologi, bahasa, dan sastra.
Baca juga: Peneliti BRIN Dorong Pelestarian Situs Bongal |
Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News