"Peleburan ini secara prinsip akan menjadikan kemunduran yang sangat signifikan dalam kegiatan riset dan pengembangan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) di Indonesia," ujar Satryo kepada Medcom.id, Rabu, 5 Januari 2021.
Kemunduran ini, kata dia, tentu akan sangat berpengaruh terhadap kegiatan riset itu sendiri. Dia menilai peleburan ini juga akan melemahkan kegiatan riset.
"Eijkman ini padahal sudah menjadi satu lembaga yang begitu kuat. Namun dengan adanya BRIN yang meleburkan lembaga-lembaga di dalamnya, akhirnya riset kita itu akan lemah kegiatannya," tutur dia.
Menurut dia, BRIN juga turut mematikan kegiatan riset oleh peneliti lewat peleburan ini. Sebab peneliti seolah terkekang dengan birokrasi ala BRIN yang notabene ialah lembaga pemerintah.
"Di BRIN pasti tidak akan seperti di Eijkman. Nanti para peneliti tidak lagi punya kebebasan, ruang gerak yang cukup untuk meneliti sesuai dengan keyakinan yang dimilikinya. Sementara Eijkman kan memberikan kebebasan itu," imbuhnya.
LBM Eijkman dilebur ke dalam BRIN dan berganti nama menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Kebijakan ini sesuai Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.
Baca juga: Kepala BRIN Sebut PNS Eijkman Bisa Jadi Peneliti Bergaji Rp25 Juta
Aturan tersebut menyatakan, mulai 1 September 2021, seluruh lembaga penelitian diintegrasikan ke dalam BRIN. Meliputi lima entitas lembaga penelitian resmi, yakni Batan, Lapan, LIPI, BPPT, dan Kemenristek/BRIN, termasuk di dalamnya LBM Eijkman.
Nasib para pegawai LBM Eijkman menjadi sorotan. Status puluhan peneliti LBM Eijkman menjadi terkatung-katung pascapeleburan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News