Pemaparan pada webinar Power Talk Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L). Foto: Tangkapan layar.
Pemaparan pada webinar Power Talk Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L). Foto: Tangkapan layar.

Menilik Pengaruh Diet, Microbiota dalam Usus, terhadap Kesehatan Mental

Arga sumantri • 28 September 2021 19:03
Jakarta: Usus dalam tubuh manusia dilapisi oleh setidaknya 100 juta sel saraf yang sebagian besar terhubung dengan otak. Ia bisa berkomunikasi langsung dengan otak. Misalnya memberikan sinyal ketika merasa lapar, atau saat kenyang.
 
Gut Microbiota, atau mikrobiota usus, yang berisi triliunan mikroorganisme dengan sekitar 2000-3000 spesies yang berbeda serta total gen sekitar 150 kali lebih banyak dari gen manusia, memiliki peranan penting di dalam kesehatan tubuh.
 
Perkembangan gut microbiota dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu diet (pola makan), genetik, umur, daerah, kebiasaan, aktivitas fisik, obat-obatan, dan faktor yang lain. Namun, di antara faktor-faktor ini, diet merupakan faktor utama.

Demikian disampaikan peneliti Lukas Van Oudenhove, dalam webinar Power Talk Indonesia International Institute for Life Sciences (i3L). Webinar yang digelar ini merupakan rangkaian kegiatan proyek kemanusiaan sebagai salah satu implementasi sustainable goals.
 
Baca: Krim Antijerawat dari Kulit Durian, Ini Kelebihannya
 
Lukas menjelaskan, Microbiome usus berperan penting dalam fungsi fisiologis, di antaranya memfasilitasi metabolisme, membantu memperkuat stabilitas lapisan penghalang usus. Kemudian, memberikan nutrisi bagi sel usus, serta menghasilkan neurotransmitter.
 
Associate Research Professor, Laboratory for Brain-Gut Axis Studies (LaBGAS), Katholieke Universiteit (KU) Leuven itu menyatakan bahwa stres dapat mengganggu hubungan yang biasanya stabil antara bakteri usus dan inangnya, sehingga menimbulkan inflamasi usus.
 
"Memberikan makakan dan minuman yang dikenal sebagai sumber probiotik penting untuk fungsi sistem imunitas tidak hanya mengatasi peradangan, tapi juga mengurangi perilaku terkait stres," kata Lukas, dikutip Selasa, 28 September 2021.
 
Ia menjelaskan, makanan sumber probiotik misalnya tempe, kimchi, Sauerkraut (fermentasi sayur), yoghurt dan lain sebagainya.
 
Baca: Mahasiswa USK Temukan Solusi Penghemat Daya pada Perangkat IoT
 
Sederhananya, kata dia, otak mengirim sinyal ke usus melalui sistem kontrol tubuh, sistem saraf otonom. Usus berkomunikasi dengan otak melalui hormon kekebalan, dan sisteml saraf. Saluran komunikasi ini membuat usus dan otak menjadi dua organ yang erat terhubung dalam tubuh.
 
Pasien gangguan otak, mengalami perubahan komposisi dan fungsi mikroba dalam usus mereka. Usus mudah meradang. Makanya, kata Lukas, pengaturan jenis dan pola makan pada penderita gangguan otak seperti Parkinson dan autism sangat penting mengendalikan penyakit ini.
 
"Bakteri usus menghasilkan neurotransmitter, seperti serotonin dan dopamin yang berperan mengatur suasana hati. Ini semacam hubungan timbal balik. Otak melakukan hal-hal yang mempengaruhi bakteri usus, dan bakteri usus melakukan hal-hal yang mempengaruhi otak," jelasnya.
 
Namun, keragaman bakteri dan caranya berinteraksi bisa mempengaruhi sinyal yang dikirimkan ke otak lewat saraf dan jalur kimiawi yang berbasis di sistem pencernaan. Dengan demikian, kekurangan zat gizi dalam diet yang mengakibatkan berkurangnya keragaman populasi bakteri usus bisa berdampak negatif terhadap kesehatan mental.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan