"Dampak pada PCR memang merupakan salah satu dari enam kemungkinan dampak Omicron," kata Tjandra Yoga Aditama melalui pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, 2 Desember 2021.
Ia menjelaskan, mutasi spike protein di posisi 69-70 pada Omicron menyebabkan terjadinya fenomena 'S gene target failure (SGTF)'. Gen S tidak akan terdeteksi dengan PCR, hal ini disebut juga drop out gen S.
"Walau ada masalah di gen S, tetapi untungnya masih ada gen-gen lain yang masih bisa dideteksi sehingga secara umum PCR masih dapat berfungsi," ujarnya.
Baca: Pakar UGM: Omicron Belum Terbukti Lebih Menular dari Delta
Tjandra mengatakan gen S yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan PCR dapat dijadikan indikasi awal kemungkinan yang diperiksa adalah varian Omicron. Tapi temuan itu perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) untuk memastikannya.
"Kalau kemampuan WGS terbatas, maka ditemukannya SGTF dapat menjadi semacam bantuan untuk menyaring mana yang prioritas dilakukan WGS, selain kalau ada kasus berat, atau ada klaster, atau ada kasus yang tidak wajar perburukan kliniknya, dan lainnya," terangnya.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara itu mengatakan, jika pada suatu daerah ditemukan peningkatan sampel laboratorium yang menunjukkan SGTF, dapat menjadi suatu indikasi sudah beredarnya varian Omicron di daerah tersebut.
Tjandra mengatakan pada Rabu, 1 Desember 2021, Arab Saudi, Amerika Serikat dan Korea Selatan melaporkan kasus varian Omicron mereka. "Untuk Arab Saudi kita akan lihat dampaknya pada izin masuk warga kita untuk menjalankan ibadah umroh, serta Korea Selatan menunjukkan varian ini terus merebak di Asia," ujarnya.
Baca: Bukan Hanya Pernapasan, Pakar UGM Sebut Covid-19 Bisa Serang Pencernaan
Tjandra mendorong otoritas kesehatan di Indonesia untuk meningkatkan pemeriksaan PCR yang lebih masif. Setiap hari dilaporkan jumlah pemeriksaannya di media.
"Artinya jangan hanya jumlah total saja tetapi apakah ada peningkatan SGTF atau tidak," ungkapnya.
Menurut Tjandra, jumlah pemeriksaan whole genome sequencing Indonesia juga perlu ditingkatkan. Dari data GISAID sampai 1 Desember 2021, Indonesia memasukkan 9.265 sekuens, sementara Singapura sudah memasukkan 10.151 sekuen.
"Afrika Selatan dengan penduduk tidak sampai 60 juta memasukkan 23.917 sekuen serta India bahkan sudah memasukkan 84.296 sekuen," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News