Setiap tahun, populasi ubur-ubur api mengalami ledakan dan sering kali terdampar di berbagai pantai di selatan Pulau Jawa, seperti di sepanjang Pantai Gunung Kidul. Menariknya, satu individu ubur-ubur api yang terlihat sebenarnya bukan satu individu tunggal.
Berdasarkan penelitian, ubur-ubur api merupakan kumpulan dari ratusan hingga ribuan individu kecil yang terbagi dalam empat kelompok fungsional yang disebut zooid. Keempat jenis zooid tersebut adalah Neomatovor, Gastrozuid, Dactylozuid, dan Gonozuid, yang masing-masing memiliki fungsi berbeda.
Neomatovor berfungsi sebagai pelampung yang memungkinkan ubur-ubur api mengapung dan bergerak dengan memanfaatkan angin. Gastrozuid bertugas mencerna makanan, sementara Gonozuid bertanggung jawab atas proses reproduksi.
Dactylozuid, yang berbentuk seperti tentakel, dilengkapi dengan sel penyengat dan berperan untuk menangkap mangsa. Panjang tentakel Dactylozuid pada individu dewasa dapat mencapai 30-50 meter.
Baca juga: Ubur-Ubur Mengagumkan Ini Sangat Berbahaya |
Ubur-ubur api dikenal sebagai salah satu anggota Cnidaria yang paling berbahaya di laut karena memiliki sel penyengat yang disebut knidocyte atau knidosit. Pada ubur-ubur api, sel ini dikenal sebagai nematosis atau nematocyt, yang digunakan untuk melumpuhkan mangsa atau melindungi diri dari predator.
Sengatan ubur-ubur api dapat menyebabkan berbagai gangguan fisiologis, seperti rasa terbakar pada kulit, eritema (kemerahan pada kulit), sesak napas, kejang, hingga gagal jantung. Dalam beberapa kasus, sengatannya bahkan dapat menyebabkan kematian.
Meskipun terlihat indah, ubur-ubur api sangat berbahaya. Bahkan ketika sudah mati, tentakelnya masih aktif dan dapat menyengat siapa saja yang menyentuhnya.
Oleh karena itu, masyarakat yang berada di pantai diimbau untuk selalu waspada terhadap keberadaan ubur-ubur api. Meskipun berbahaya bagi manusia, ubur-ubur api memiliki peran penting dalam ekosistem laut.
Hewan ini membantu menjaga keseimbangan ekosistem dengan mengontrol populasi plankton di perairan. Saat ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah melakukan penelitian ekologi, taksonomi, dan genetika terkait ubur-ubur api.
Penelitian ini sangat penting untuk masa depan, terutama dalam bidang pemanfaatan bioteknologi, analisis dampak perubahan iklim, kajian stok perikanan, serta perumusan kebijakan konservasi laut. (Antariska)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News