"Saat ini, jumlah peneliti di Indonesia bertambah setiap tahunnya. Namun masih diperlukan lebih banyak peneliti lagi," kata Berry mengutip siaran pers IPB University, Rabu, 21 April 2021.
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University ini menjelaskan, pada 2019 Kementerian Keuangan menyatakan bahwa alokasi dana riset masih di bawah satu persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sedangkan, negara seperti Jepang dan Korea sudah di atas 3 sampai 4,5 persen dari PDB.
"Dua hal ini mendasari bahwa penelitian di Indonesia perlu ditingkatkan lagi dan masih banyaknya peluang untuk menjadi peneliti," ujarnya.
Baca: Hari Kartini, Perempuan Indonesia Didorong Terus Berinovasi
Bagi Berry, kondisi ini menunjukkan bahwa salah satu hambatan peneliti Indonesia dalam memperoleh pendanaan yakni kurangnya dukungan dari pemerintah ataupun pihak swasta. Berry juga mengungkapkan bahwa IPB University akan mengadakan crowdfunding atau dana wakaf bagi masyarakat Indonesia yang akan melakukan penelitian.
"Peneliti Indonesia tidak harus selalu mengadakan riset yang sophisticated, karena banyak penelitian yang lebih berdampak bagi masyarakat walaupun kadang dinilai kurang keren. Tetapi hal tersebut memberikan kebermanfaatan yang lebih besar," ungkapnya.
Menurut dia, salah satu permasalahan lain terkait riset yang dihadapi Indonesia yakni belum sebandingnya jumlah mahasiswa dan dosen dengan jumlah publikasi yang dihasilkan. Hingga 2019, dari 4.607 perguruan tinggi serta 177.000 dosen dan peneliti yang terdaftar di Science and Technology Index (Sinta), Indonesia hanya menghasilkan 34.007 jurnal yang terindeks Scopus.
Rendahnya publikasi ilmiah para peneliti Indonesia ini salah satunya disebabkan minimnya pemahaman dan minat riset, terutama di kalangan mahasiswa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News