Guru Besar IPB Prof Imas Sukaesih Sitanggang. Dok IPB
Guru Besar IPB Prof Imas Sukaesih Sitanggang. Dok IPB

Guru Besar IPB Kembangkan Sistem Informasi Patroli Pencegahan Karhutla

Arga sumantri • 06 November 2020 10:45
Bogor: Guru Besar IPB University, Imas Sukaesih Sitanggang, mengembangkan Sistem Informasi Patroli Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan/Karhutla (SIPPK) untuk wilayah Sumatra. Pengembangan bekerja sama dengan Balai Pengendalian Perubahan Iklim dan Kebakaran Hutan dan Lahan (PPIKHL) Wilayah Sumatra dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
 
Imas menjelaskan, luas Karhutla di Indonesia pada 2015 mencapai lebih dari 2.6 juta hektare. Sedangkan, pada 2019 mencapai lebih dari 1,6 juta hektare. Guna mengurangi dampak negatif Karhulta, kata dia, pemerintah telah memprioritaskan kegiatan pencegahan melalui upaya deteksi dini terjadinya Karhutla. 
 
"Salah satu indikator terjadinya Karhutla adalah titik panas yang direkam oleh satelit penginderaan jauh. KLHK telah menetapkan prosedur pengecekan titik panas di lapangan yang diatur dalam Permen LHK Nomor 8 Tahun 2018," terang Imas melalui siaran pers, Jumat, 6 November 2020.

Ia mengatakan, dalam peraturan tersebut, ada tiga prioritas pengecekan titik panas Karhutla di lapangan. Yaitu titik panas yang lokasinya bergerombol (membentuk klaster), titik panas yang bila disusun dengan data citra satelit terindikasi disertai asap, dan titik panas yang terjadi berulang paling singkat tiga hari berturut-turut.
 
Ia menambahkan, pendekatan data mining mulai dikenal pada era sains data yang dimulai pada 1990-an. Data mining akan memberikan informasi dan pengetahuan yang berguna untuk mendukung pengambilan keputusan. 
 
"Data titik panas yang direkam setiap hari menghasilkan data bervolume besar dan menarik untuk dianalisis. Sesuai permen tersebut, pola menarik yang dapat digali dari titik panas salah satunya adalah pola klaster," ujarnya.
 
Baca: UI-Cosmax Pharma Jalin Kerja Sama Penelitian dan Produksi Alat Medis
 
Imas menerapkan teknik spatiotemporal clustering dalam data mining pada data titik panas yang memiliki atribut spasial, temporal dan non-spasial untuk mendapatkan klaster titik panas. Algoritma yang digunakan untuk membentuk klaster titik panas adalah DensityBased Spatial Clustering Algorithm with Noise (DBSCAN) dan Spatio-Temporal DBSCAN (ST-DBSCAN).
 
Algoritme DBSCAN bekerja dengan baik pada spasial untuk mengelompokkan objek berdasarkan kerapatan. Implemetasi algoritme DBSCAN pada data titik panas 2013 menghasilkan klaster titik panas dengan kerapatan tertinggi, yaitu 0,5 per kilometer persegi. Titik panas pada klaster tersebut umumnya terjadi pada lahan gambut dengan tipe 'Hemists/Saprists 2 (60/40), sangat dalam (>400cm)', yang sebagian besar menyebar di kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai dan Siak di Riau.
 
Aspek temporal selanjutnya dilibatkan dalam proses clustering titik panas 2015 dan 2019 menggunakan algoritme ST-DBSCAN. Hasilnya, terdapat sekitar 50,8 persen dan 50,3 persen titik panas membentuk klaster di Sumatra berturut-turut pada tahun 2015 dan 2019. Berdasarkan hasil ini disarankan agar tim patroli pencegahan karhutla memberikan prioritas pada titik panas tersebut untuk diverifikasi di lapangan.
 
"Implementasi pembangkitan pola klaster dari dataset titik panas ini akan diusulkan untuk diintegrasikan dengan SIPPK pada masa mendatang. Hal ini bertujuan agar tim patroli karhutla mendapatkan informasi titik panas yang menjadi prioritas utama untuk pengecekan di lapangan sehingga kegiatan pencegahan karhutla dapat dilaksanakan secara lebih efisien," terangnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AGA)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan