Tim PKM-KC diketuai Dwi Lestiana bersama ketiga anggotanya yaitu Wahyu Muchlisoh, Anjar Faras Wati, dan Eka Ayu Setiawati mahasiswa Teknik Pertanian dan Akuakultur serta didampingi oleh Dosen Pendamping Abdul Mukhlis Ritonga S.TP., M.Sc..
Dwi mengatakan, alat aerator ini untuk tambak udang dengan menggunakan tenaga angin dan surya sebagai penghasil udara demi kebutuhan oksigen udang vannamei. Dalam pengoperasiannya dapat dikontrol dan diawasi dari jarak jauh menggunakan gawai melalui sistem IoT yang dapat diunduh pada PlayStore maupun Appstore.
“Selain itu alat aerator yang dibuat juga dengan biaya operasional yang jauh lebih murah dibandingkan dengan aerator tambak udang yang beroperasi saat ini," ungkapnya dilansir dari laman Unsoed, Rabu, 17 Agustus 2022.
Latar Belakang
Terjadinya kelangkaan dan peningkatan harga solar serta instalasi listrik yang terbatas di daerah dengan perekonomian rendah khususnya wilayah tambak udang melatarbelakangi Tim PKM ini membuat alat aerator dengan energi yang terbarukan dan mudah didapat. Selain itu pemadaman listrik juga kerap menjadi ancaman bagi para petani tambak udang.Penggunaan aerator 24 jam atau secara terus-menerus membuat petani mengeluh karena terjadi pembengkakan biaya untuk listrik maupun bahan bakar solar. Menurut Dwi penggunaan aerator pada tambak udang berfungsi sebagai penghasil oksigen khususnya dalam kasus ini yaitu udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
Udang jenis ini hidup di air payau yang memiliki nilai gizi lebih tinggi dibandingkan jenis udang lainnya, sehingga menjadi primadona pasar ekspor. Udang ini memerlukan oksigen terlarut untuk bertahan hidup.
Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yang sangat penting dalam budidaya udang. “Cara kerja alat aerator ini yaitu dengan memanfaatkan tenaga angin dan surya yang tersedia di sekitar tambak udang. Tenaga angin yang diterima oleh baling-baling secara mekanis menyebabkan kipas berputar,” urainya.
Putaran kipas tersebut menghasilkan percikan air pada permukaan kolam tambak sehingga dapat menghasilkan gelembung udara atau oksigen. Kecepatan angin yang dibutuhkan alat ini yaitu sebesar 3m/s.
Apabila kecepatan angin kurang dari 3m/s maka secara otomatis sistem hybrid akan aktif sehingga panel surya akan beroperasi membantu baling-baling dalam memutarkan kipas. Kecepatan putaran kipas yang dibutuhkan alat ini agar menghasilkan oksigen sesuai dengan kebutuhan udang yaitu sebesar 58 rpm.
“Penambahan teknologi IoT selain dapat mengontrol dan me-monitoring dari jarak jauh juga sebagai switching energi, baik secara otomatis maupun manual,” jelasnya.
Baca juga: Cegah Komplikasi, Dosen UI Teliti Pemberian G-CSF pada Sirosis Hati Anak |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id