Dosen Proteksi Tanaman IPB University, Bonjok Istiaji, SP, MSi, menjelaskan bahwa efektivitas burung hantu sebagai pengendali hama alami memang terbukti. Burung hantu jenis Tyto alba telah lama dikenal sebagai predator alami tikus sawah. Hanya saja, ia menegaskan bahwa pendekatannya tidak bisa parsial.
“Banyak data menunjukkan Tyto alba efektif menekan populasi tikus. Namun, itu tidak berarti cukup dengan membuat rumah burung hantu lalu tikus otomatis terkendali,” jelas Bonjok.
Menurutnya, burung hantu hanya cocok menjaga populasi tikus tetap rendah. Jika populasi tikus sudah tinggi akibat kesalahan pengelolaan pertanian, keberadaan burung hantu saja tidak cukup.
“Tyto alba bukan mesin yang selalu menuruti keinginan manusia. Kita perlu pendekatan komprehensif untuk mengatasi akar masalahnya,” tambahnya.
Bonjok juga mengungkapkan penyebab utama burung hantu enggan menempati rumah buatan. Faktor ekologi menjadi kunci keberhasilan. “Kegagalan memahami kebutuhan hidup Tyto alba menjadi penyebab utama. Sumber makanan, habitat, ketenangan, gangguan pemburu, dan berbagai aspek relung ekologis harus diperhatikan,” katanya.
Untuk menarik burung hantu agar mau menetap, Bonjok menyarankan langkah-langkah berbasis observasi dan rekayasa ekologis. “Pertama, amati dulu apakah ada populasi Tyto alba di sekitar area tersebut. Jika ada, tinggal dipancing masuk karena ekologinya sudah sesuai,” jelasnya.
Baca juga: Mirip Tapi Tak Sama, Ini Perbedaan Lintah dan Siput Tanpa Cangkang |
Namun, jika populasi burung hantu tidak ada, maka dibutuhkan evaluasi menyeluruh. “Rekayasa ekologis atau ecological engineering perlu dilakukan agar kondisi lingkungan mendukung.”
Bahkan, sebut dia, faktor kecil seperti bahan rumah buatan, ketebalan dinding, arah hadap, kebiasaan masyarakat membakar jerami, hingga gangguan anak-anak dan pemburu mesti diperhatikan. “Semua itu memengaruhi keberhasilan rumah burung hantu ditempati,” pungkasnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News