Nyamplung tersebar di banyak kepulauan di Indonesia mulai dari Sumatera hingga Papua. Pohon nyamplung bukan tanaman pangan, namun menghasilkan buah nyamplung yang bijinya dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak nabati sangat baik.
Selama ini, biji nyamplung dimanfaatkan sebagai minyak nabati atau biasa disebut sebagai tamanu crude oil (TCO). Ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar nabati/biofuel, produk kesehatan, dan kosmetik.
“Sebagai produk komestik dan obat-obatan, TCO dapat digunakan sebagai biofuel dan saat ini telah digunakan untuk perawatan wajah maupun bahan obatan-obatan herbal yang sangat diminati di Indonesia,” papar Dimas dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Kamis, 13 Februari 2025.
Dimas menuturkan industri TCO menghasilkan limbah berupa bungkil yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan. Hal ini mengemuka dari hasil riset yang dilakukan oleh tim dosen Fapet bekerja sama dengan BRIN melalui hibah program Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) tahun 2023 hingga 2025.
Baca juga: Siti Zubaidah, Tendik Pertama di Fapet UGM Raih Gelar Doktor dengan Predikat Summa Cum Laude |
Tim riset tersebut terdiri atas Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., IPU., ASEAN Eng., Prof. Dr. Ir. Chusnul Hanim, M.Si., IPM., ASEAN Eng., Prof. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. (PR-KTKRK, OR-HL, BRIN)., Sinta Maharani, S.Pt., M.Si. (PR-ZT, OR-HL, BRIN), dan Aziz Umroni, S.Hut., M.AgSc. (PR-KTKRK, OR-HL, BRIN).
Dimas menjelaskan penggunaan bungkil biji nyamplung sebagai pakan tunggal terbukti mampu menghasilkan atau menurunkan konsentrasi produksi metan pada ternak ruminansia secara in vitro. Hal ini disebabkan karena tingginya kandungan senyawa metabolit sekunder yang dapat memodifikasi fermentasi dalam rumen.
Pada tahun pertama, penelitian sebelumnya telah menunjukkan bungkil biji nyamplung dapat digunakan sebagai pakan ternak, terutama ternak ruminansia. Bungkil biji nyamplung memiliki kandungan protein kasar sekitar 20 persen, lemak kasar sebesar 15.3 persen, total phenol sebesar 6.47 persen, dan total flavonoid sebesar 1.70 persen.
Saat ini, bungkil biji nyamplung belum direkomendasikan sebagai pakan unggas karena kandungan serat kasarnya yang tinggi, hampir 18 persen. Hal ini dapat terjadi karena model pengepresan minyak biji nyamplung masih menggunakan sistem hidrolik.
Ke depan, apabila sudah menggunakan sistem pengepresan screw press expeller, diharapkan bungkil biji nyamplung memiliki kandungan serat kasar yang lebih rendah. “Riset tahun kedua kita berfokus pada penggunaannya dalam pakan campuran, sementara riset tahun ketiga aplikasinya pada domba,” kata Dimas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News