“Jika peptida didegradasi, maka ia hanya akan menghasilkan asam amino yang tidak berbahaya bagi tubuh,” kata Rani dalam Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) “Kimia Peptida dalam Pengembangan dan Penemuan Obat” dikutip dari laman unpad.ac.id, Selasa, 28 Februari 2023.
Rani menjelaskan peptida merupakan polimer dengan struktur lebih sederhana ketimbang protein. Hal ini berkaitan dengan jumlah monomer asam amino yang membangunnya.
Dia mengatakan selektivitas tinggi dari obat berbasis peptida disebabkan oleh senyawa-senyawa peptida yang sangat aktif terhadap reseptornya. Sayangnya, saat ini obat berbasis peptida masih menemui kelemahan karena umurnya pendek dan stabilitas rendah sehingga tidak dapat diberikan oral.
Rani mengatakan optimasi peptida dalam pengembangan obat hingga saat ini masih terus dilakukan. Dia menyebut beberapa upaya yang dapat dilakukan di antaranya dengan memodifikasi gugus fungsi dan merekayasa interaksi yang terjadi di dalam senyawa peptida tersebut.
“Strategi ini bisa memberikan struktur peptida dengan stabilitas yang cukup baik dan lebih tahan terhadap degradasi protease,” jelas dia.
Rani mengatakan insulin sebagai obat berbasis peptida pertama yang ditemukan pada 1921 telah menjadi temuan monumental. Sejak saat itu, perkembangan peptida sebagai agen terapetik menjadi perhatian bagi peneliti.
Salah satunya, penelitian Rani mengenai sintesis obat berbasis peptida dari senyawa alami, seperti bakteri, tumbuhan, organisme berbisa, dan amfibi. “Memang pada dasarnya alam itu adalah sumber dari senyawa-senyawa bioaktif tersebut,” tutur dia.
Hingga kini, peptida telah menjadi kelas agen terapetik unik karena karakteristik biokimia dan potensi terapetiknya berbeda. Obat berbasis peptida yang ada saat ini di antaranya LUPRON™ yang digunakan sebagai obat kanker dan LANTUS™ sebagai obat diabetes.
Baca juga: Dosen Unpad Teliti Nama Unik di Kuliner Sunda, Mana Makanan Favoritmu? |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News