Puting beliung di wilayah Rancaekek. DOK Istimewa
Puting beliung di wilayah Rancaekek. DOK Istimewa

Peneliti BRIN Ungkap Penyebab Puting Beliung di Rancaekek

Renatha Swasty • 23 Februari 2024 13:06
Jakarta: Peneliti Senior Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Didi Satiadi mengungkapkan penyebab puting beliung di Rancaekek. Hasil analisis awal, kemungkinan terjadinya konvergensi angin dan uap air di daratan sekitar wilayah tersebut pada sore hari.
 
"Hal ini menyebabkan pertumbuhan awan Cumulonimbus yang sangat cepat dan meluas. Proses pembentukan awan membebaskan panas laten yang selanjutnya meningkatkan updraft (aliran udara ke atas)," papar Didi dalam keterangan tertulis, Jumat, 23 Februari 2024.
 
Sebaliknya, updraft yang semakin kuat akan menumbuhkan lebih banyak awan. Siklus umpan balik positif ini, menyebabkan updraft menjadi semakin kuat dan dapat berputar karena adanya windshear (perbedaan arah/kecepatan angin).

Kolom udara yang berputar semakin kuat dapat mencapai permukaan tanah dan menghasilkan puting beliung. Profesor Riset Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan, mengatakan Rancaekek merupakan kawasan yang terletak nyaris di tengah-tengah Pulau Jawa bagian barat.
 
Kawasan ini semula merupakan kawasan hijau, yang ditandai dengan banyaknya pepohonan. Artinya, lingkungannya masih relatif bersih.
 
Namun, sekarang kawasan ini telah beralih fungsi, yang semula hijau, berubah menjadi kawasan industri. Kawasan seperti ini biasanya rawan diterjang pusaran angin.
 
“Dengan kata lain, terjadi perubahan tata guna lahan yang semula hutan jati, kini berubah menjadi hutan beton,” tutur dia.
 
Eddy mengatakan industri banyak menghasilkan gas emisi, di mana gas ini tidak dapat leluasa kembali ke atmosfer, akibat efek rumah kaca. Dengan Lama Penyinaran Matahari (LPM) lebih dari 12,1 jam, kawasan ini sangat panas di siang hari dan relatif dingin di malam hari.
 
Perbedaan suhu antara malam dan siang sangat besar. Tanpa disadari, kawasan ini tiba-tiba berubah menjadi kawasan bertekanan rendah.
 
Kondisi seperti ini dimulai sejak 19 Februari 2024 dan di saat itulah, kumpulan massa uap air dari berbagai penjuru masuk ke Rancaekek. Proses ini terjadi agak lama, sekitar 24-48 jam diawali dengan pembentukan bayi awan-awan Cumulus (dikenal sebagai Pre-MCS).
 
Kemudian, lambat laun membesar membentuk kumpulan awan-awan Cumulonimbus (Cb) yang siap untuk diputar hingga membentuk pusaran besar, dikenal sebagai puting beliung.
 
“Walaupun mekanisme agak komplek untuk dijelaskan secara rinci, namun dugaan kuat pusaran ini terjadi akibat adanya pertemuan dua massa uap air, dari arah barat dan timur, lalu diperkuat dari arah selatan Samudera Indonesia. Ketiganya berkumpul di satu kawasan yang memang telah mengalami degradasi panas yang cukup tajam,” jelas Eddy.
 
Baca juga: Peneliti BRIN Sebut Kejadian di Rancaekek Puting Beliung, Ini Bedanya dengan Tornado

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan