Miwa Patnani menyampaikan disertasi berjudul “Kualitas Perkawinan Pasangan Tanpa Anak: Studi Fenomenologi”. Sidang Promosi Doktor ini digelar secara daring melalui aplikasi Zoom, dengan predikat Sangat Memuaskan.
Miwa menyampaikan bahwa kehadiran anak dianggap sebagai salah satu faktor yang menentukan kualitas perkawinan. Sehingga pasangan menikah yang tidak memiliki anak seringkali dianggap tidak bahagia dengan perkawinannya.
Anggapan seperti ini terutama berkembang di negara pronatalis, yaitu negara yang mendukung dan mendorong terjadinya kelahiran anak, seperti halnya di Indonesia. Hasil riset empiris ternyata menunjukkan bahwa ketidakhadiran anak berdampak negatif maupun positif pada perkawinan.
Hal ini menunjukkan bahwa ada pemaknaan yang berbeda terhadap ketidakhadiran anak dalam perkawinan yang pada akhirnya menentukan cara pasangan menilai kualitas perkawinannya. Di satu sisi, kondisi masyarakat Indonesia dikategorikan sebagai pro natalis, di sisi lain terdapat pengaruh nilai-nilai global, membuat pasangan tanpa anak memiliki dinamika pengalaman yang unik yang pada akhirnya menentukan cara pasangan tersebut menilai kualitas perkawinannya.
Baca juga: Kisah Maya Nabila, Mahasiswi S3 ITB Berusia 21 Tahun
Miwa memaparkan bahwa penelitiannya menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap sebelas (11) partisipan pasangan tanpa anak yang telah menikah minimal selama tiga (3) tahun.
Hasil wawancara dianalisis dengan menggunakan Interpretative Phenomenology Analysis (IPA) yang menghasilkan delapan (8) tema, yaitu pengalaman positif, pengalaman negatif, relasi dengan pasangan, relasi dengan lingkungan sosial, relasi dengan Tuhan, konflik, penerimaan dan penilaian pada perkawinan.
Penelitian ini memiliki implikasi teoritis terhadap upaya memahami adanya perubahan cara pandang terhadap perkawinan di Indonesia. Sehingga dapat memberikan kontribusi bagi penelitian lebih lanjut terkait dengan perubahan perkawinan sebagai institusi sosial.
Meskipun kehadiran anak tetap dianggap sebagai satu hal yang penting, namun bukan lagi menjadi tujuan utama dari perkawinan. Pasangan menikah lebih menekankan pada kualitas hubungan yang memuaskan dan memberikan kebahagiaan bagi diri sendiri dan pasangannya dibandingkan memenuhi harapan sosial.
Secara praktis penelitian ini berimplikasi pada peningkatan kualitas hidup pasangan yang tidak memiliki anak dengan lebih fokus pada manfaat yang dimiliki terutama terkait dengan kondisi finansial yang memuaskan, kebebasan dan relasi yang dekat dengan pasangan, serta dukungan dari lingkungan sosial terdekatnya.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pasangan tanpa anak merasakan pengalaman positif maupun negatif terkait dengan kondisinya. Pengalaman negatif lebih banyak bersumber dari adanya tekanan sosial dari masyarakat terkait dengan adanya harapan terhadap kehadiran anak dalam perkawinan.
Namun demikian, tampaknya pasangan tanpa anak mampu melihat sisi positif dari ketidakhadiran anak yaitu dengan adanya keuntungan dalam hal finansial, waktu dan kebebasan, serta relasi yang dekat dengan pasangan. Penekanan pada sisi positif membantu terciptanya relasi yang dekat dan memuaskan.
Sehingga memudahkan penerimaan pasangan terhadap kondisi ketidakhadiran anak dalam perkawinan. Dengan penerimaan tersebut, pasangan tanpa anak menilai perkawinannya memiliki kualitas yang tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News