Banjir Sumut. Foto: BNPB
Banjir Sumut. Foto: BNPB

Pakar IPB Beberkan Fakta Mencengangkan di Balik Kayu Gelondongan Banjir Sumatra

Citra Larasati • 02 Desember 2025 17:03
Jakarta: Ahli Kebijakan Hutan IPB University, Prof Dodik Ridho Nurochmat, memberikan penjelasan terkait temuan kayu gelondongan yang terbawa arus saat bencana longsor di Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.  Menurut Dodik, kayu-kayu besar dan kecil yang tampak berserakan di lokasi bencana tidak berasal dari satu penyebab tunggal.
 
Berdasarkan informasi visual yang beredar di media sosial dan televisi, ia menilai kayu tersebut kemungkinan berasal dari campuran penebangan, pohon tumbang, serta sisa land clearing yang tidak dibersihkan.
 
“Bisa dari penebangan lama atau pembersihan lahan yang tidak tuntas. Jika terbawa arus air, kayu itu akan mengambang. Namun bisa juga dari penebangan kayu yang baru. Untuk itu harus ada investigasi,” ujarnya dalam siaran pers IPB, dikutip Selasa, 2 Desember 2025.

Ia belum dapat memastikan apakah kayu tersebut seluruhnya merupakan kayu gelondongan baru atau kayu lama yang terseret arus. Debit air besar saat longsor, kata dia, memungkinkan pohon tumbang ikut hanyut sehingga menambah campuran material kayu di lokasi.
 
Dodik juga menjelaskan perbedaan kayu hasil pembalakan dengan kayu tumbang alami. Menurutnya, kayu hasil tebangan pasti memiliki bekas gergaji yang jelas. Sementara kayu yang tumbang alami tidak menunjukkan pola potongan yang rapi.
 
Namun ia menilai sulit melakukan identifikasi detail hanya dari video atau foto. “Dari gambar terlihat potongan kayu berukuran kecil dan besar. Tapi tidak bisa dilihat secara detail apakah potongannya rapi atau akibat tumbang alami,” katanya.
 
Ia menekankan perlunya pembenahan tata kelola lingkungan agar kejadian serupa dapat dicegah. Terkait penyebab longsor, Dodik menyebut kejadian tersebut merupakan kombinasi faktor alam dan faktor manusia.
 
“Ada cuaca ekstrem, kondisi geografis pegunungan, dan kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia,” ujarnya. 
 
Ia menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap regulasi seperti AMDAL, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, serta penegakan hukum yang tidak hanya fokus pada denda, tetapi juga pemulihan lingkungan.
 
Menyinggung data deforestasi di Sumatera bagian utara, Prof Dodik menjelaskan bahwa kehilangan tutupan hutan (forest loss) mencakup degradasi, sementara deforestasi memiliki batasan hukum tersendiri. “Di Indonesia, batasnya 30 persen. Jika kurang dari itu, terjadi deforestasi,” katanya.
 
Ia mengingatkan agar penurunan tutupan hutan diperhatikan serius karena berdampak pada daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dodik menutup penjelasan dengan menekankan pentingnya multifungsi hutan dan pemanfaatan hutan yang tetap menjaga keberlanjutan.
 
“Masyarakat harus bisa mengambil manfaat dari hutan tanpa merusaknya,” ujarnya. 
 
Baca juga:  15 Penyebab Deforestasi Hutan yang Mengancam Ekosistem, Apa Saja?

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan