Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Riset Harus Berbiaya Mahal? Ini Kiat agar Murah dan Mudah ala Prof. Mikrajuddin

Citra Larasati • 05 November 2022 19:00
Jakarta:  Penelitian menjadi salah satu bagian dari tridarma perguruan tinggi di Indonesia.  Penelitian bertujuan untuk mendapatkan solusi atau kesimpulan dari suatu permasalahan.
 
Seorang peneliti perlu melakukan riset untuk menemukan alternatif penyelesaian dari sebuah isu atau memperkaya ilmu pengetahuan. Namun dalam pelaksanaannya,  saat melakukan riset banyak peneliti yang mengalami kendala.
 
“Tidak semua laboratorium di ITB memiliki fasilitas yang sama,” Ketua LPPM Institut Teknologi Bandung (ITB), Yuli S. Indartono dalam Discussion Series bertajuk “Research Opportunities for Less-facilitated Researchers” dilansir dari laman ITB, Sabtu, 5 November 2022.

Dalam acara tersebut hadir juga guru besar ITB, Prof. Dr. Eng. Mikrajuddin, M.Si sebagai narasumber.  Mikrajuddin menyampaikan pesan pembuka.
 
Materi yang ia bagikan bertujuan untuk membangkitkan semangat, khususnya para peneliti muda, untuk tidak putus asa. “Keterbatasan yang kita miliki bisa kita akali dengan kreativitas. Tidak semua dari kita beruntung mendapatkan fasilitas yang cukup untuk riset karena keterbatasan dari pemerintah dan institusi. Melakukan riset dengan produktivitas lebih rendah dari kondisi ideal lebih baik daripada kita tidak melakukan apa pun sama sekali," kata Mikrajuddin.
 
Dosen dari Departemen Fisika ITB ini mengatakan, aktivitas riset atau penelitian membutuhkan 3 hal, yakni fasilitas yang sesuai, dana yang cukup, dan lingkungan yang baik. Namun, ketika salah satu atau bahkan ketiganya tidak ada, seorang peneliti harus mampu berpindah dari kebiasaan eksperimental ke kebiasaan pemodelan teoretis.
 
Model yang dibangun dapat diuji oleh percobaan sederhana atau menggunakan data peneliti lainnya.  Mikrajuddin membagikan 20 contoh penelitian yang ia lakukan, yang semuanya bermula pada observasi fenomena sehari-hari.
 
Dimulai dari mengamati kembang api pada malam takbir hingga kemacetan di kota Bandung, Mikra menganalisis fenomena tersebut hingga terbentuk model atau persamaan yang sesuai akan fenomena tersebut. Riset-riset yang dilakukan Mikrajuddin memerlukan biaya yang murah dengan bahan yang dapat ditemukan sehari-hari.
 
Pada percobaan mengenai kembang api misalnya, modal yang diperlukan adalah biaya untuk membeli kembang api. Pada penelitian lain, misal riset mengenai tampi beras, hanya diperlukan biaya sekitar Rp100 ribu untuk membeli berbagai jenis beras, pasir, kacang hijau, dan bahan berbentuk granular lain.
 
Peraih penghargaan Habibie Award 2018 dan Lifetime Achievement Material Scientist Award dari MRS-id ini sangat menganjurkan peneliti untuk melihat melampaui keterbatasan yang ada dan bergerak dengan kreativitas. Banyak hal yang bisa dieksplorasi melalui percobaan sederhana tanpa memerlukan biaya yang tinggi.
 
Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa peneliti baru tidak perlu minder karena reviewer paper akan melihat paper secara utuh, tanpa memperhatikan ketenaran dari identitas peneliti.  Peneliti yang telah disitasi lebih dari 2.300 kali ini menutup diskusi dengan penuh motivasi.
 
“Tidak semua kondisi akan ideal ketika kita berkarya di institusi masing-masing. Bisa saja institusi tidak punya alat sampai kita pensiun. Kita harus bangga kita bisa menghasilkan ini dengan kondisi yang sangat minimal," pungkas Mikrajuddin.
Baca juga: Berkontribusi pada Negara dan Dunia, Guru Besar UI Bambang Brodjonegoro Dapat Penghargaan dari UIUC

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan