Pakar tikus IPB, Dr Swastiko Priyambodo. Foto: Dok. IPB
Pakar tikus IPB, Dr Swastiko Priyambodo. Foto: Dok. IPB

Pakar IPB Jelaskan Pengendalian 9 Jenis Tikus yang Jadi Hama di Indonesia

Citra Larasati • 11 Desember 2021 20:10
Jakarta:  Pakar tikus dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Swastiko Priyambodo, memberikan langkah pengendalian hama tikus pada jagung. Ia menyebut, hanya sembilan jenis tikus yang menjadi hama di Indonesia.
 
“Tikus sawah merupakan hama penting menyerang komoditas jagung setelah panen padi. Sedangkan tikus pohon umumnya menyerang sawit ditemukan di pemukiman sub pertanian. Terutama di sawah dan perkebunan yang berbatasan dengan pemukiman,” kata Wastiko, Sabtu, 11 Desember 2021.
 
Untuk mengendalikan tikus, dosen IPB itu mengatakan, petani dan pemerintah perlu memahami kelebihan dan kekurangan tikus agar dapat mengatur strategi pengendalian hama ini. Ia mencontohkan, perlu dilakukan pre-baiting pada racun akut dengan aplikasi zinc fosfit pada tanaman pangan.

Sedangkan, untuk racun bersifat kronis tidak perlu pre-baiting.  “Kelemahan tikus itu neo phobia atau takut pada benda baru. Jadi perlu penggunaan jera umpan, jera racun, dan jera perangkap,” tambah Swastiko Priyambodo, dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman itu, Sabtu, 11 Desember 2021.
 
Ia juga menyebut, pengetahuan biologis tikus juga patut untuk diketahui. Ia menjelaskan, tikus sawah umumnya matang seksual hanya dalam dua bulan.
 
Baca juga:  Nadiem Apresiasi IPB Sukses Gaet Swasta untuk Dorong Penelitian dan Inovasi
 
Tidak hanya itu, tikus juga memiliki kejadian post partum estrus atau pascamelahirkan dua hari sudah bisa birahi. Hal ini tidak didapatkan oleh mamalia lain sehingga potensi reproduksi tikus sangat melimpah dan dapat melahirkan sepanjang tahun.
 
“Dalam strategi pengelolaan tikus, penting untuk memahami biologi dan perilaku tikus karena spesies ini paling dapat bertahan hidup. Hal ini dibutuhkan untuk monitoring early warning system,” jelasnya.
 
Dalam kesempatan ini, Swastiko juga menjelaskan bahwa resistensi tikus terhadap rodentisida juga semakin tinggi. Hal ini karena intensitas penggunaan racun di pemukiman sangat tinggi.
 
Ia mengatakan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pengelolaan tikus.  Cara tersebut antara lain adalah sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan ini dapat dilakukan di beberapa wilayah yang terdapat sarang tikus. Petani harus mengupayakan agar tikus-tikus di sarang merasa tidak nyaman.
 
Manajemen tikus lainnya yakni dengan cara kultur teknis seperti rotasi tanaman. Namun demikian, pada beberapa spesies sulit untuk dilakukan rotasi tanaman.
 
Seperti tanaman jagung masih bisa diserang kembali oleh hama tikus. Sistem jajar legowo bagi padi relatif berhasil namun bagi jagung masih dipertanyakan.
 
“Aplikasi internet of things juga dapat dikembangkan. Aplikasi ini mampu mendeteksi jebakan yang berhasil menangkap tikus berdasarkan gerakan tikus. Namun biaya harus diperhitungkan. Jebakan yang dibuat dapat bersifat repelen, melindungi, mematikan,” katanya.
 
Adapun manajemen tikus dengan cara biologi dan hayati, dapat memanfaatkan predator seperti burung hantu. Namun demikian, populasi predator di sawah cenderung turun karena diganggu oleh manusia untuk dibunuh atau diperjual belikan.
 
“Sedangkan manajemen tikus secara kimiawi harus lebih bijaksana dalam penggunaannya. Cara fumigasi setelah panen padi dinilai cukup efektif. Penggunaan atraktan dan repelen bisa diterapkan namun masih terkendala dalam proses ekstraksi. Aplikasi kemosterilan untuk memandulkan tikus juga terus dikembangkan,” pungkas Swastiko.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan