Radiofarmaka untuk Diagnosis dan Terapi Penyakit. Foto: Dok. BRIN
Radiofarmaka untuk Diagnosis dan Terapi Penyakit. Foto: Dok. BRIN

Mengenal Radiofarmaka untuk Diagnosis dan Terapi Penyakit

Citra Larasati • 23 Agustus 2022 17:09
Jakarta:  Penggunaan teknologi nuklir untuk kesehatan terutama dalam penanganan penyakit tidak menular semakin berkembang pesat.  Salah satunya adalah penggunaan produk radiofarmaka.

Apa Itu Radiofarmaka?

Radiofarmaka adalah senyawa kimia yang mengandung radioisotop dan memenuhi persyaratan farmakologis untuk digunakan dalam diagnosis, terapi, dan penelitian medik klinik dalam ilmu kedokteran nuklir. 
 
“Saat ini radiofarmaka sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Radiofarmaka dan metode pengujiannya memainkan peran penting dalam keberhasilan diagnosis dan terapi penyakit karena sifatnya yang spesifik ke target,” kata Kepala Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tita Puspita Sari, Selasa, 23 Agustus 2022.
 
Menurut Tita potensi radioisotop untuk dikembangkan di PRTRRB sangat besar sekali. Sejalan dengan tugas pokok dan fungsi PRTRRB yaitu menguatkan proses bisnis atau litbangjirap yang diemban oleh PRTRRB, salah satunya radiofarmaka. Hal ini akan memperkuat riset dasar yang ada di hulu dan juga riset di hilirnya yang berupa uji klinis.

“Riset di hulu terkait radioisotopnya, diharapkan dapat menghasilkan radioisotop-radioisotop yang semakin beraneka ragam, bermacam-macam, sesuai dengan permintaan end user,” jelas Tita.
 
Di masa transisi integrasi ke dalam BRIN, beberapa tantangan harus dihadapi PRTRRB yakni, menyusun strategi agar tetap fokus, bergerak maju dan produktif. Terutama untuk menghasilkan output pusat riset yaitu Karya Tulis Ilmiah.
 
“Tantangan selanjutnya satu tahap lebih maju lagi, yaitu terkait kerja sama. Kerja sama yang sudah dijalin seperti dengan perguruan tinggi, Rumah Sakit, harus tetap dipelihara untuk membantu pengujian seperti uji pre klinis. Juga kerja sama dengan industri, sehingga kita tidak perlu lagi impor radiofarmaka,” harap Tita.
 
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN, Rohadi Awaludin menyampaikan, pemanfaatan radioisotop dan radiofarmaka sudah banyak dikenal dan sudah mulai dimanfaatkan seperti untuk penyakit kanker, jantung dan lain-lain.
 
“PRTRRB memiliki potensi besar dalam mengembangkan radioisotop dan radiofarmaka, lebih tepatnya radiotracer. Radiofarmaka merupakan bentuk tracer juga. Prinsipnya adalah sebuah senyawa tertentu yang memancarkan radiasi yang kemanapun bergerak bisa ditelusuri seperti perunut,” jelasnya.
 
Rohadi berharap ke depan jika PRTRRB mendapat kesempatan lebih baik di bidang infrastruktur, maka pemanfaatan radioisotop dan radiofarmaka akan semakin luas serta peran dan kontribusi PRTRRB semakin tinggi.

Radiofarmaka untuk Diagnosis dan Terapi

Teknik deteksi radiofarmaka dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro. In vivo adalah teknik deteksi dengan cara radiofarmaka diinjeksikan ke dalam tubuh pasien kemudian dilakukan pencitraan terhadap tubuh pasien. Sedangkan In vitro adalah teknik deteksi dilakukan di luar tubuh, sampel berupa darah pasien yang diambil kemudian di tes menggunakan kit Radioimmunoassay (RIA) dengan prinsip immunologi.
 
Peneliti Ahli Muda PRTRRB, Rien Ritawidya selaku narasumber menjelaskan bahwa radioisotop merupakan isotop yang tidak stabil di mana untuk mencapai ketabilannya harus mengimisikan suatu radiasi yaitu partikel berupa alpha, beta, positron, gamma. Partikel alpha dan beta bersifat pengion dapat merusak DNA sehingga menghasilkan sifat toxic.
 
"Atas dasar inilah partikel alpha dan beta dapat digunakan di bidang kesehatan untuk terapi atau penyembuhan suatu penyakit. Partikel positron dan gamma dapat digunakan untuk diagnosa,” jelasnya.
 
Rien juga menyampaikan radiofarmaka adalah obat radioaktif yang digunakan dalam kedokteran nuklir untuk diagnosis dan terapi berbagai macam penyakit. Produksi radioisotop itu sendiri bisa menggunakan reaktor, siklotron maupun generator.
 
Kelebihan radiofarmaka teranostik (terapi dan diagnostic) salah satunya adalah bisa memprediksi respons dari masing-masing pasien terhadap pengobatan yang sedang dilakukan sehingga bisa dilakukan suatu personalize medicine.
 
Rien menambahkan jika Radiofarmaka terapi merupakan metode terapi yang efektif dan spesifik. “Sama halnya seperti obat, radiofarmaka juga harus memenuhi kualitas produk yang baik, memenuhi safety and efficacy, serta quality control radiofarmaka harus dilakukan dan harus sesuai kaidah Good Manufacturing Process, GMP atau Cara Pembuatan Obat yang Baik atau CPOB,” lanjutnya
 
Narasumber lainnya, Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Madya - PRTRRB, Agus Ariyanto menyampaikan materi terkait metode Radioimmunoassay (RIA) untuk diagnosis in vitro. “RIA adalah suatu bagian dari radiofarmaka, tetapi penggunanya adalah diagnosis secara in vitro,” ujarnya
 
Menurut Agus kelebihan teknik RIA yaitu spesifik karena menggunakan prinsip imunologi, sensitif, proses pengerjaannya relatif sederhana, serta ketepatannya tinggi. Teknik RIA ini juga dapat digunakan sebagai screening awal adanya kanker, seperti contohnya tumor marker CA 15-3 untuk kanker payudara dan hepatitis B.
 
Ia juga mengungkapkan, kelemahan dari teknik RIA yaitu perkembangan teknik RIA yang masih belum sampai ke otomasisasim. Teknik RIA juga masih kalah bersaing dengan teknik Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) karena adanya halangan utama, yaitu regulasi dan laboratorium klinis untuk mengembangkan berbahan radioaktif ini membutuhkan biaya yang cukup besar.
 
Sehingga pihak swasta maupun Rumah Sakit tidak banyak yang tertarik mengembangkan teknik ini. Laboratorium di Indonesia yang masih mengembangkan teknik RIA ini adalah RSPAD, RS Hasan Sadikin dan RSPP.
 
“Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak dalam pengembangan radiofarmaka di masa yang akan datang, sehingga memungkinkan digunakan untuk deteksi penyakit maupun personal medicine,” harapnya. 
Baca juga:  Kebangkitan Teknologi untuk Pangan, Energi, dan Masyarakat

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan