Selama ini, produksi kopi luwak sangat bergantung dengan alam, yakni musim buah kopi, luas wilayah perkebunan, dan populasi binatang luwak. Sehingga, sulit memprediksi jumlah produksinya.
Makin besarnya permintaan kopi luwak juga mulai berkembang usaha budi daya luwak untuk memproduksi kopi luwak. Namun, budi daya luwak memiliki beberapa kelemahan, antara lain biaya produksi mahal, mengingat di luar musim panen kopi, luwak tetap memerlukan biaya pakan, hingga mengancam kelestarian luwak buah di alam.
Peneliti IPB University, Erliza Noor, berinovasi membuat kopi luwak lewat teknologi enzimatis. Teknologi ini berhasil menghasilkan produk kopi dengan kualitas dan kandungan nutrisi lebih baik dari kopi luwak komersial.
“Teknologi enzimatis merupakan teknologi yang mengadaptasi kondisi fermentasi biji kopi di dalam pencernaan hewan luwak. Teknik ini dipilih karena identik dengan proses terbentuknya kopi luwak, yaitu luwak mendegradasi kulit kopi dan mengeluarkan biji dalam feses,” ujar Erliza dalam acara Pekan Riset dan Inovasi IPB 2024 dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Rabu, 18 Desember 2024.
Dari segi konsumen, persepsi kopi sebagai hasil dari feses luwak menimbulkan keengganan untuk mengonsumsi kopi luwak. Oleh karena itu, Erliza menyebut pembuatan kopi secara enzimatis menggunakan mikroba asal luwak menjadi alternatif proses produksi tanpa mengurangi mutu dan cita rasa kopi luwak.
Baca juga: Profesor IPB Ciptakan Inovasi Domba Premium, Ini Keunggulannya |
“Kopi hasil fermentasi enzimatis untuk semua perlakuan menunjukkan penurunan kafein terhadap biji kopi yang lebih besar, yaitu 48-69 persen dibanding kopi luwak komersial yaitu 9 persen,” papar Erliza.
Dari segi nutrisi yang dihasilkan, kopi fermentasi enzimatis juga menunjukkan kenaikkan kandungan asam-asam yang baik untuk kesehatan seperti asam laktat, butirat, dan askorbat. Sementara itu, asam oksalat yang membahayakan tubuh dihasilkan lebih rendah.
“Data ini memperlihatkan produk kopi hasil rekayasa enzimatis memiliki kualitas dan kandungan nutrisi lebih baik dari kopi luwak komersial,” beber dia.
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB University ini menjelaskan invensi kopi fermentasi enzimatis ini telah mendapatkan teknologi produksi kopi dengan fermentasi padat menggunakan mikroorganisme penghasil enzim yang diisolasi dari feses luwak.
Proses isolasi dan identifikasi bakteri dikhususkan untuk mendapatkan bakteri selulolitik, xilanolitik, dan proteolitik. Ketiga bakteri ini masing-masing menghasilkan enzim selulase, xilanase, dan protease yang diaplikasikan pada produksi kopi luwak buatan secara fermentasi padat.
Pada rekayasa proses fermentasi padat ini, kulit kopi dijadikan media bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pendegradasian senyawa kimia yang terkandung pada kulit kopi oleh mikroorganisme akan menghasilkan enzim yang berperan untuk reaksi enzimatis mengubah komponen kimia pada biji kopi.
Erliza juga menuturkan isolat mikroorganisme ditambahkan pada buah kopi sebelum berlangsungnya fermentasi. Salah satu faktor penting keberhasilan fermentasi adalah tersedianya substrat yang memenuhi bagi mikroorganisme perombak selama berlangsungnya fermentasi.
“Untuk itu, pertumbuhan mikroorganisme harus dapat memenuhi kebutuhan karbon, nitrogen, dan beberapa zat pertumbuhan yang diperlukan seperti asam amino esensial,” jelas dia.
Pulp kopi masih mengandung senyawa-senyawa sebagai sumber karbon, nitrogen, dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pendegradasian senyawa kimia yang terkandung pada pulp kopi oleh mikroorganisme akan menghasilkan enzim.
Ia memaparkan enzim dapat diperoleh dari berbagai sumber baik tumbuhan, hewan, maupun mikroba. Pembentukan enzim melalui mikroba lebih banyak digunakan karena mikroba dapat berkembang biak dalam waktu singkat dan pertumbuhannya dapat dikendalikan sehingga ekstraksi enzim dari mikroba lebih efisien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News