Kampus UGM. Foto: Dok. UGM
Kampus UGM. Foto: Dok. UGM

Aplikasi Inovasi Dosen UGM Ini Mampu Lakukan Skrining Doping Bagi Atlet

Citra Larasati • 17 Februari 2024 14:00
Jakarta:  Dosen bersama dua orang mahasiswa S1 Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan pemetaan produk-produk obat dan suplemen kesehatan mengandung senyawa doping yang beredar di Indonesia. Selanjutnya, seluruh daftar produk obat dan suplemen mengandung senyawa doping dikonversi menjadi semacam katalog-pencarian online berbasis website.
 
Peneliti Pusat Kedokteran Herbal, Dr.rer.nat. apt. Arko Jatmiko Wicaksono, M.Sc.,
mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) DIY dalam pembuatan aplikasi Skrining Doping ini. Ia juga menggandeng beberapa mahasiswa Universitas Teknologi Digital Indonesia (UTDI).
 
Untuk mencegah atlet agar tidak mengonsumsi senyawa yang dikategori doping, Arko bersama dua orang mahasiswa S1 Kedokteran UGM, Santi Andriyani dan Christopher William.  Selain itu, didukung oleh Lembaga IADO (Indonesian Anti-Doping Organization) yang berkedudukan langsung dibawah Kementrian Pemuda dan Olahraga. 

?Bagi Arko, aplikasi ini diharapkan bisa membantu para atlet, pelatih, tim paramedis, dokter, apoteker dan ners dalam mengambil keputusan apakah suatu obat atau suplemen kesehatan boleh dikonsumsi oleh atlet atau tidak.
 
“Kita ingin para atlet dapat terhindar dari ketidaksengajaan mengonsumsi doping,” papar dosen Departemen Farmakologi dan Terapi FK-KMK UGM ini dilansir dari laman UGM, Sabtu, 17 Februari 2024.

Apa Itu Doping?

Doping merupakan obat perangsang untuk meningkatkan daya atau tenaga. Kandungan senyawa doping dapat tersedia dalam bentuk obat, suplemen, hormon, dan sebagainya. Akibat doping ini, banyak atlet dicabut gelar juaranya karena terbukti mengonsumsi doping.
 
Salah satu peristiwa pernah terjadi, ketika bendera merah putih dilarang untuk dikibarkan ketika penyerahan medali emas di ajang kejuaraan Thomas Cup 2021 karena badan anti doping dunia World Anti-Doping Agency (WADA) melarang tim Indonesia mengibarkan bendera merah putih sebagai sanksi atas kurang maksimalnya upaya antisipasi pencegahan penggunaan doping pada Atlet Indonesia. 
 
Bahkan, pada Pekan Olahraga Nasional (PON) di Papua tahun 2022 lalu, tiga  atlet peraih medali Emas, 1 Perak dan 1 Perunggu juga dicabut gelar juaranya akibat mengonsumsi doping.
 
Dalam penelitiannya, Arko dan tim menemukan terdapat lebih dari 2.500 produk obat dan suplemen kesehatan teregistrasi BPOM yang diduga mengandung senyawa doping. “Di luar itu, masih ditemukan suplemen tak teregistrasi BPOM beredar secara luas dan mudah dibeli justru melalui online shop,” kata Arko.
 
Arko menyebutkan salah satu produk obat yang memiliki kandungan senyawa pseudoephedrine merupakan senyawa doping. Sebab, senyawa sebagai alkaloid, agen simpatomimetik, yang umumnya digunakan sebagai dekongestan yang biasanya untuk meringankan gejala hidung tersumbat pada kondisi terserang flu.
 
Padahal, sejak Januari 2024 setidaknya terdapat 318 jenis produk obat teregistrasi BPOM yang mengandung senyawa pseudoephedrine. “Bagi non-Atlet, senyawa tersebut boleh saja dikonsumsi untuk mengatasi gejala flu. Namun bagi Atlet, penggunaan obat-obatan tersebut sangat diatur bahkan cenderung dilarang oleh WADA,” ujar Arko.
 
Bukan hanya senyawa pseudoephedrine saja yang pemakaiannya diatur atau bahkan cenderung dilarang oleh  WADA  tetapi ada lebih dari 400 jenis senyawa doping yang masuk dalam daftar terlarang. “Untuk satu jenis senyawa doping, bisa terkandung dalam belasan hingga ratusan produk obat,” tambah Arko.
 
Baca juga: BRIN Usulkan Rp699 M untuk Dana Riset dan Inovasi 2024, Proposal Peneliti Ditunggu

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan