Pembentukan Komite Etik Penelitian. Foto: UIN Jkaarta
Pembentukan Komite Etik Penelitian. Foto: UIN Jkaarta

UIN Jakarta Jadi PTKIN Pertama Bentuk Komite Etik Penelitian, Jaga Integritas Riset Kampus

Citra Larasati • 19 Juli 2025 21:38
Jakarta:  Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) meluncurkan Komite Etik Penelitian (KEP) di bawah naungan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Jakarta. Peluncuran komite yang berperan sebagai Institutional Review Board ini diikuti oleh berbagai sivitas akademika UIN Jakarta, mulai dari jajaran pimpinan, guru besar, dosen, peneliti, dan mahasiswa.
 
Peluncuran ini dihadiri Rektor UIN Jakarta Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D., Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Prof. Ali Munhanif M.A., Ph.D., Ketua LP2M UIN Jakarta Prof. Amelia Fauzia, Ketua Komite Etik Penelitian Prof. Bambang Suryadi, Ph.D., dan Deputy Head of School (Research) University New South of Wales Prof. Minako Sakai Ph.D., sebagai Pembicara Tamu.
 
Dalam pengantarnya, Ketua LP2M, Amelia Fauzia mengungkapkan, keberadaan Komite Etik Penelitian sangat penting untuk memastikan seluruh proses penelitian baik oleh UIN Jakarta berjalan sesuai etika penelitian. UIN Jakarta menjadi PTKIN pertama yang membentuk Komite Etik Penelitian.

“UIN Jakarta yang memiliki keberagaman bidang ilmu, terutama untuk topik kedokteran, psikologi dan agama menuntut ethic approval. Latar belakang inilah yang mendorong pembentukan komite ini,” ujarnya.
 
Rektor UIN Jakarta, Asep Saepudin Jahar dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan kebanggaannya. Pasalnya, ia telah lama mendorong pembentukan Komite Etik Penelitian. Menurutnya, kehadiran komite ini merupakan bagian penting dari upaya menjaga mutu dan integritas riset di lingkungan kampus. 
 
Asep juga mendorong seluruh sivitas agar lebih kolaboratif dalam ruang-ruang penelitian, dengan tetap mengedepankan orisinalitas dan objektivitas. “Saya sangat berterimakasih kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi hingga hari ini, karena saya pribadi sudah lama mendorong para stakeholder agar segera membentuk komite ini,” ujar Asep.
 
Paparan lebih lanjut disampaikan oleh Ketua Komite Etik Penelitian, Bambang Suryadi yang menjelaskan bahwa posisi komite ini bukan berada dalam ranah etik akademik, melainkan menilai kelayakan etis dari setiap usulan riset. Tujuan utamanya adalah memastikan penelitian memenuhi standar etik, serta memberikan perlindungan bagi subjek, objek, dan masyarakat yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penelitian.
 
Prof. Bambang juga memaparkan struktur organisasi Komite Etik Penelitian yang terbagi ke dalam beberapa klaster keilmuan untuk menjamin penilaian etik yang lebih relevan sesuai bidangnya. Ia sendiri menjabat sebagai Ketua, didampingi Prof. Irma Nurbaeti, M.Kep., Sp. Mat., Ph.D., sebagai Sekretaris Umum. Klaster Kedokteran diketuai oleh dr. Mahesa Paranadipa Maikel, M.H., MARS bersama Prof. Dr. Endah Wulandari, S.Si., M.Biomed., sementara klaster Ilmu Kesehatan diampu Prof. Irma Nurbaeti dan Dr. Minsarnawati, SKM, M.Kes.
 
Adapun klaster Psikologi dipimpin langsung oleh Prof. Bambang Suryadi bersama Farhanah Murniasih, M.Si. Klaster Islam, Sosial, dan Humaniora ditangani oleh Mutiara Pertiwi, M.A., Ph.D. dan Windy Triama, Ph.D. Untuk klaster Pendidikan diisi oleh dr. Ahmad Bahtiar, M.Hum. serta Umi Kultsum, M.A., Ph.D. Sementara pada klaster Sains dan Teknologi, tercatat Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud. dan Qamarul Huda, M.Kom., Ph.D. sebagai penanggung jawab.
 
Sebagai pembicara tamu, Prof. Minako Sakai, Ph.D., turut memberikan perspektif internasional terkait pentingnya penerapan etika dalam riset akademik. Dalam paparannya, ia menggarisbawahi pentingnya identifikasi risiko potensial dalam penelitian, termasuk ketidaknyamanan, tekanan psikologis, kemungkinan kerugian, hingga risiko terhadap kelayakan kerja subjek riset di masa depan. 
 
Baca juga:  Apakah Air Kelapa Boleh Diminum Setiap Hari? Ini Jawaban Ahli Gizi IPB

Menurut Minako, pendekatan etik yang kuat bukan hanya menjadi standar formal, tetapi juga menjadi cerminan tanggung jawab akademik dan empati peneliti terhadap masyarakat. “Perhatian terhadap ethic clearance sejalan dengan misi Internasionalisasi yang dibawa oleh Pak Rektor, karena jika kita sudah berbicara tentang internasional, mereka akan menanyakan persetujuan etik atas penelitian,” tuturnya. 
 
“Jadi KEP ini juga menjadi salah satu pembuka bagi sejawat peneliti yang ingin berkolaborasi dengan dunia internasional,” pungkasnya. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan