Untuk memahami secara mendalam peran lukisan gua dalam membentuk identitas kelompok, kita dapat melihatnya dari beberapa sudut pandang, mulai dari antropologi, seni, hingga sosiologi.
Lukisan Gua sebagai Alat Komunikasi Sosial
Pernahkah Anda melihat lukisan cap telapak tangan di dinding gua yang diberi pewarna merah di Leang Pattae, Maros, Sulawesi Selatan? Di dinding gua itu juga ditemukan gambar babi rusa yang tertembus panah di bagian jantungnya.Lukisan ini pertama kali ditemukan oleh C.H.M. Heeren-Palm pada tahun 1950, dan berdasarkan penelitian tim arkeologi gabungan Australia dan Indonesia, diperkirakan berusia sekitar 45.000 tahun (Kompas, 2022). Apakah lukisan ini bisa dianggap sebagai suatu bentuk komunikasi? Apakah lukisan ini merupakan sarana untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan tujuan manusia?
Menurut Mulyana (2017), lukisan ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari peristiwa komunikasi. Lukisan ini melibatkan rangsangan non-verbal dalam suatu konteks komunikasi, yang dihasilkan oleh individu melalui pemanfaatan lingkungan sekitarnya. (Simanjuntak & Soselisa, n.d.)
Pesan yang terkandung dalam lukisan ini dapat memiliki nilai yang penting bagi pengirim maupun penerima, baik itu disengaja maupun tidak, yang akhirnya menghasilkan rangkaian pesan. Dilihat dari jenis komunikasinya, lukisan yang berusia ribuan tahun ini merupakan bentuk komunikasi non-verbal.
Melalui lukisan tersebut, manusia pada zaman dulu, meskipun terpisah oleh waktu yang sangat lama, seolah mencoba berkomunikasi dengan manusia yang hidup di masa sekarang. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi ada di mana-mana dalam setiap interaksi manusia dengan lingkungannya.
Bahkan dengan perkembangan teknologi, komunikasi tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu. Lukisan di dinding gua merupakan salah satu cara yang menggunakan teknologi sederhana, seperti bahan pewarna.
Dalam kajian kedokumentasian, terdapat sebuah aksioma yang disampaikan oleh Sudarsono, yaitu "Pada awal mula adalah kehendak manusia untuk mengekspresikan apa yang dipikirkan dan/atau yang dirasakannya." Aksioma ini pada awalnya bertujuan untuk menjelaskan fenomena perpustakaan dalam perspektif Ilmu Komunikasi.
Baca juga: Lewat Mekanisme Kimia, Peneliti Harvard Ungkap Keberadaan Air di Mars Kuno |
Mengingat kegiatan perpustakaan pada dasarnya juga berhubungan dengan dokumentasi, aksioma ini kini digunakan oleh Sudarsono dalam konteks "Teori Dokumen dan Kegiatan Dokumentasi" (Kedokumentasian). Dalam ranah Ilmu Dokumentasi Baru, konsep dokumen sebagai entitas dalam dokumentasi tidak lagi terbatas pada dua dan tiga dimensi yang bersifat mati, melainkan telah berkembang untuk mencakup dua dan tiga dimensi yang hidup.
Pengertian dokumen juga kini mencakup dokumen maya, baik dalam bentuk analog maupun digital, sebagai jenis dokumen (Sudarsono, 2016). Aksioma ini memunculkan berbagai pertanyaan yang menarik untuk ditelusuri lebih lanjut, terutama dari perspektif Ilmu Komunikasi. Sudarsono (2016) tidak merinci secara detail bagaimana aksioma tersebut dipahami dalam konteks Ilmu Komunikasi, dan bahkan mendorong setiap bidang ilmu untuk mengkaji dan memberikan interpretasi terhadap pemikiran tersebut.
Oleh karena itu, dokumentasi perlu dikaji secara menyeluruh oleh berbagai bidang ilmu, termasuk Ilmu Komunikasi (Sudarsono, wawancara, 30 Oktober 2016). Berdasarkan pemikiran tersebut, artikel ini berupaya untuk menggali lebih dalam makna dokumen dalam perspektif Ilmu Komunikasi.(Hindarto & Ansori, n.d.)
Menurut para ahli arkeologi dan antropologi, lukisan gua sering dianggap sebagai sarana komunikasi visual yang digunakan oleh masyarakat purba untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman. Lukisan-lukisan ini sering kali menggambarkan aktivitas sehari-hari, seperti berburu, serta hewan-hewan yang menjadi bagian dari lingkungan hidup mereka.
Salah satu contoh yang terkenal adalah lukisan-lukisan di Gua Lascaux di Prancis yang menggambarkan gambar binatang-binatang besar seperti bison dan kuda. Lukisan tersebut dipercaya memiliki makna lebih dari sekadar gambar; mereka bisa menjadi alat untuk menggambarkan kisah perburuan atau bahkan sebagai bagian dari ritual keagamaan untuk menarik keberuntungan.
Penelitian yang dilakukan oleh Lewis-Williams dan Dowson (1988) menunjukkan bahwa banyak lukisan gua yang memiliki makna spiritual yang mendalam. Mereka mengusulkan bahwa lukisan gua digunakan oleh manusia purba untuk berkomunikasi dengan dunia roh atau untuk melakukan ritual yang diharapkan dapat mempengaruhi kehidupan duniawi mereka.
Dalam konteks ini, lukisan gua berfungsi sebagai bentuk komunikasi tidak hanya antara individu tetapi juga antara manusia dengan alam semesta, serta antara kelompok dengan kekuatan yang lebih tinggi.(Diajukan et al., 2024).
Salah satu contoh menarik adalah lukisan gua yang ditemukan di Leang-Leang, Sulawesi Selatan, Indonesia. Lukisan tangan manusia yang ada di gua ini, yang telah berusia lebih dari 40.000 tahun, menunjukkan kemungkinan awal dari komunikasi visual sebagai ekspresi diri dan simbol identitas kelompok.
Lukisan tersebut bukan hanya tentang diri individu yang melukis, tetapi juga tentang komunitas yang lebih besar dan cara mereka melihat diri mereka dalam hubungannya dengan dunia luar.
Lukisan Gua sebagai Penanda Identitas Kelompok
Lukisan gua tidak hanya berfungsi sebagai media komunikasi untuk menyampaikan informasi praktis atau spiritual. Ia juga memainkan peran penting dalam membentuk identitas kelompok. Konsep identitas kelompok, yang dalam sosiologi dijelaskan sebagai kesadaran kolektif yang dibentuk melalui simbol-simbol bersama, sangat erat kaitannya dengan seni visual yang dihasilkan oleh suatu kelompok masyarakat.Lukisan gua sering kali mengandung simbol-simbol yang menunjukkan nilai-nilai atau keyakinan yang dimiliki oleh kelompok tertentu. Sebagai contoh, lukisan-lukisan gua di wilayah Eropa sering menggambarkan hewan-hewan yang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari kelompok tersebut, baik dalam konteks perburuan maupun simbolisme lainnya.
Hal ini menunjukkan hubungan erat antara manusia dengan hewan-hewan tersebut sebagai bagian dari identitas dan eksistensi kelompok. Hewan-hewan tersebut tidak hanya dianggap sebagai objek yang harus diburu, tetapi juga sebagai bagian dari dunia mitos dan kepercayaan yang mempengaruhi cara kelompok tersebut memahami dunia mereka.
Selain itu, banyak penelitian juga menunjukkan bahwa lukisan gua sering kali digunakan sebagai alat untuk menunjukkan perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Lukisan ini bisa menjadi simbol kekuatan atau keunggulan tertentu, yang menghubungkan seni dengan status sosial dalam suatu kelompok.
Dalam banyak hal, simbolisme ini berfungsi untuk membedakan kelompok tersebut dari kelompok lain, memperkuat solidaritas internal, dan menjaga konsistensi budaya mereka.(Saputra et al., n.d.)
Lukisan Gua dalam Konteks Komunikasi Antargenerasi
Salah satu aspek yang paling menarik dari lukisan gua adalah kemampuannya untuk berfungsi sebagai sarana komunikasi antar generasi. Lukisan ini tidak hanya menggambarkan peristiwa atau nilai-nilai yang relevan pada saat itu, tetapi juga memiliki kekuatan untuk mempertahankan pengetahuan dan tradisi yang penting bagi kelangsungan hidup kelompok tersebut.Dalam hal ini, lukisan gua menjadi bentuk penyimpanan pengetahuan visual yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Konsep ini sejalan dengan teori komunikasi visual yang dikemukakan oleh beberapa ahli, seperti Barthes (1964), yang menyatakan bahwa gambar atau simbol memiliki kemampuan untuk menyampaikan makna tanpa memerlukan kata-kata.
Lukisan gua, sebagai representasi visual, mengandung makna yang bisa dimengerti oleh anggota kelompok dari generasi ke generasi, meskipun dalam banyak kasus, mereka mungkin tidak lagi memerlukan penjelasan verbal atau tertulis untuk memahami pesan tersebut.
Lukisan gua, sebagai salah satu bentuk seni tertua, memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk identitas kelompok dan berfungsi sebagai alat komunikasi antara manusia purba. Melalui lukisan-lukisan ini, manusia purba tidak hanya menyampaikan pesan tentang kehidupan sehari-hari, seperti perburuan dan kepercayaan spiritual, tetapi juga mengkomunikasikan nilai-nilai dan identitas sosial mereka.
Lukisan gua menjadi simbol penghubung antara generasi, serta cara untuk mempertahankan pengetahuan dan tradisi yang diwariskan dari satu kelompok ke kelompok lainnya. (Akbar F Fahmi, Magister Ilmu Komunikasi, Universitas Sahid)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News