Salah satu anggota tim, Moch Choirul Akbar Majid, menjelaskan nama tersebut diambil dari Bahasa Sunda Kuno. Citta, yang berarti harapan dan Logawa, yang berarti kuat.
“Jembatan ini dibuat sebagai harapan kuat agar dapat menjadi infrastruktur publik yang berkelanjutan,” kata Akbar dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, Jumat, 9 Agustus 2024.
Akbar mengungkapkan rancangan jembatan yang diminta pada kompetisi ini adalah jembatan dengan tipe pelengkung tunggal. Model ini belum pernah ada di Indonesia sebab bentuknya sangat memperhatikan aspek arsitektural dan kekuatan.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut, timnya menggunakan material baja dengan mutu ASTM A36 untuk membuat jembatan model dengan panjang empat meter dan baja mutu BJ-51 untuk desain jembatan 100 meter. Model jembatan ini memiliki kecenderungan torsi atau momen gaya besar pada pelengkungnya.
Untuk itu, jembatan menggunakan konfigurasi kabel mengumpul di tengah agar distribusi gaya saat diberi beban merata. Perakitan jembatan menggunakan metode perancah untuk jembatan model empat meter dan metode kantilever penuh pada desain jembatan 100 meter yang menyesuaikan arus dan kedalaman sungai.
Tim Baraga ITS juga berhasil meraih penghargaan di kategori Best Presentation. Tim menyajikan aspek sustainable atau berkelanjutan dengan penggunaan material ramah lingkungan, serta sumber energi terbarukan dari panel surya.
“Keunggulan lain dari jembatan kami adalah penggunaan kecerdasan buatan pada sensor jarak jauh untuk memantau kesehatan struktur jembatan,” tutur dia.
Pada sub lomba yang sama, Tim ACE berhasil menyabet gelar juara III dengan rancangan jembatan yang diberi nama Kriya Nusantara. Kriya yang berarti karya dan Nusantara yang merupakan Ibu Kota Baru Indonesia.
Dari nama itu, rancangan jembatan ini diharapkan dapat menjadi representasi persembahan karya anak muda untuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Salah satu anggota tim ACE, Athallah Rafi, mengungkapkan desain jembatan yang dibuat timnya terinspirasi dari Hulme Arch Bridge di Manchester, Inggris.
Busur jembatan didesain menggunakan warna merah putih dan gelagar lantai jembatan diberi warna emas untuk melambangkan masa kejayaan IKN dan Indonesia.
“Kami juga memadukan ornamen batik dan perisai khas Dayak, sehingga terpilih untuk meraih penghargaan kategori Best Beautiful Bridge,” jelas dia.
Jembatan didesain dengan memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yakni sosial, lingkungan, dan ekonomi. Dari sisi sosial, jembatan ini didesain sebagai landmark dan akses mobilitas baru bagi masyarakat IKN.
Dalam aspek ekonomi, jembatan menggunakan konfigurasi efisien untuk meminimalisir biaya material yang dikeluarkan dan dapat berdiri kokoh untuk waktu lama. Jembatan juga unggul di aspek lingkungan dengan menginovasikan fly ash atau abu terbang sebagai substitusi beton guna mengurangi emisi karbon yang dihasilkan selama tahap konstruksi.
Jembatan ini dilengkapi dengan fitur Early Warning System bernama Kriya Siaga yang dapat mendeteksi apabila terjadi gempa, banjir, dan bencana alam lainnya. Sehingga, dapat menutup akses jembatan hingga kondisi aman.
Kedua tim berharap jembatan dengan tipe pelengkung tunggal ini dapat mulai diterapkan di Indonesia. Penerapan desain jembatan seperti ini, khususnya pada kota metropolitan dinilai dapat menambah nilai futuristik kota.
“Selain itu, kami juga ingin bekerja lebih baik lagi ke depannya sehingga dapat konsisten untuk mengharumkan nama ITS,” ujar Athallah.
Baca juga: Barunastra ITS Unjuk Gigi di Inamarine 2024, Satu-satunya Tim Riset Mahasiswa |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News