Pengamat pendidikan, Doni Koesoema. Medcom.id
Pengamat pendidikan, Doni Koesoema. Medcom.id

Pengamat Desak Kaji Ulang Pasal ‘Tipu-Tipu’ di RUU Sisdiknas

Media Indonesia.com • 07 September 2022 11:50
Jakarta: Pengamat pendidikan Doni Koesuma mengatakan banyak pasal dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang mengelabui publik terutama guru. Salah satunya, penyataan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makariem yang mengatakan RUU Sisdiknas bertujuan menyejahterakan dan memuliakan profesi guru.
 
“Begitu ditanya pasal mana yang menyejahterakan guru? Nggak ada pasalnya menyejahterakan guru, itu hanya disebutkan guru harus ikut UU ASN dan UU Ketenagakerjaan. Itukan harusnya sudah berlaku sekarang juga, tidak perlu ada perubahan UU," ujar Doni kepada Media Indonesia, Rabu, 7 September 2022. 
 
Doni menyebut poin yang paling diprotes guru saat ini ialah permainan kata dalam pasal RUU Sisdiknas terkait tunjangan profesi. Doni menyatakan ia dan mayoritas organisasi guru tidak menolak ada perubahan UU Sisdiknas bila pasal terkait tunjangan profesi tidak dikembalikan sebagaimana versi draf RUU Sisdiknas pada April 2022.

“RUU ini sejak awal sudah menimbulkan polemik di masyarakat karena tidak terbuka dan tidak transparan dalam desainnya. Buktinya, sekarang malah hilang pasal tentang tunjangan proses di draf bulan Mei. Padahal waktu itu sudah aman, sudah uji publik katanya, ngundang PGRI, draf bulan Mei itu tunjangan profesi tidak diutak-atik. Kok sekarang malah tiba-tiba hilang?” tanya Doni.
 
Doni menyadari saat ini organisasi guru terbelah menjadi dua kubu, menolak dan menyetujui. Dia menuding sebagian organisasi guru main mata dengan pemerintah dan bersekongkol melancarkan RUU Sisdiknas untuk diajukan dalam Prolegnas 2022.
 
“Sebenarnya organsasi guru itu berdiri sendiri. Mereka bukan organisasi yang dibuat pemerintah. Seperti IGI dan yang lain itu bukan dibuat pemerintah. Tapi ketika membahas RUU ini mereka direkrut atau dibuat dekat dengan pemerintah dengan berbagai macam proyek," tutur Doni. 
 
Dia mengaku mengetahui beberapa organisasi mendapat proyek Kurikulum Merdeka. Doni menyebut organisasi-organisasi itu tidak independen lagi. 
 
"Saya tahu beberapa organisasi itu mendapat proyek kurikulum merdeka. Sehingga mereka tidak independen lagi. Jadi, ada organisasi guru yang tidak independen lagi karena terlalu dekat dengan pemerintah sehingga tidak kritis,” ujar Doni.
 
Doni juga menilai DPR belum menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat terutama guru yang banyak menentang RUU Sisdiknas. Dia menilai DPR sangat mengecewakan karena tidak mendengarkan suara rakyat. 
 
“Seharusnya Baleg dengan adanya fenomena ini kalau mereka diminta untuk membahas oleh pemerintah, mereka harusnya menolak. Kalau mereka mau mendengarkan suara rakyat. Karena banyak organisasi guru, aliansi pendidikan menolak untuk dibahas saat ini,” tutur dia.
 
Dia meminta DPR itu tidak memasukkan draf RUU Sisdiknas sebagai Prolegnas Prioritas 2022. Doni menyebut draf RUU harus diproses lagi mulai dari kajian naskah akademik sampai dengan finalisasi draf.
 
"Baru dibentuk panitia kerja nasional untuk membahas RUU Sisdiknas. Lalu setelah itu baru diajukan untuk dibahas. Mungkin persiapan ini butuh 1-2 tahun, baru dibahas bersama dengan DPR,” jelas dia.
 
Doni mengatakan saat ini tumpuan harapan guru ada di DPR. Menurut dia, pemerintah sudah tidak bisa lagi diharapkan. 
 
“Karena dari awal memang tidak mau mendengarkan," sebut dia.
 
Polemik RUU Sisdiknas sudah diprediksi oleh Muhammadiyah sedari awal ide digulirkan. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengaku sudah memberikan tanggapan bulan lalu, agar pemerintah mendengarkan permintaan publik untuk menunda revisi RUU Sisdiknas
 
“Majelis Didaksmen, Majelis Dikti bersuara agar UU Sisdiknas kalau tidak menjadi keniscayaan yang mendesak sebaiknya tidak perlu direvisi karena masih baik yang 2003. Jangan sampai terjadi bias di mana ingin mengejar penguasaan iptek dan hal-hal yang bersifat skill, itu iya bagian dari pendidikan. Tapi melupakan pondasinya, yakni iman, takwa dan akhlak mulia atau nilai agama,” kata Haedar.
 
Sementara itu, Pimpinan Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, menyebut Komisi X maupun Baleg belum menerima draf RUU Sisdiknas. Dia menuturkan baru ada pembahasan saja. Ia juga menyatakan saat ini DPR belum punya sikap apa pun terkait RUU Sisdiknas.
 
“Kami enggak tahu. Belum ada sikap. Sebelum ini diambil keputusan oleh DPR, saya kira tidak salahnya Kemendikbud mulai mendengarkan ulang berbagai masukan keberatan dari publik dan stekholder pendidikan. Karena draf nya belum sampai ke DPR juga. Jadi masih ada waktu mereka untuk menggelar ulang konsultasi publik, masukan publik,” ujar Huda.
 
Pimpinan Komisi X itu mengatakan sebetulnya beberapa fraksi di DPR telah memiliki sikap terkait RUU Sisdiknas. Tetapi, ia masih belum mau mengungkap sikap yang dimaksud. 
 
“Sudah ada, tapi kita tunggu saja nanti sikap fraksi seperti apa. Karena ini kan nanti kembali ke fraksi. Setahu saya memang sudah ada yang menyatakan sikap. Mungkin masih menunggu setelah draf diserahkan ke kita,” tutur dia. 
 
Baca juga: PB PGRI: Niat Baik Tak Cukup untuk Tingkatkan Kesejahteraan Guru

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan