Ilustrasi patrol sahur. MI/Bary Fathahilah
Ilustrasi patrol sahur. MI/Bary Fathahilah

Patrol Sahur: Sejarah, Mitos, hingga Nilai yang Terkandung

Renatha Swasty • 18 Maret 2024 22:12
Jakarta: Salah satu tradisi Ramadan yang lekat dengan masyarakat Indonesia adalah patrol sahur. Ini merupakan inovasi budaya untuk membangunkan sahur yang dimiliki oleh bangsa Arab.
 
Antropolog sekaligus dosen kebudayaan Islam dan klasik Indonesia Universitas Airlangga (Unair), Djoko Adi Prasetyo, mengungkapkan tradisi patrol sahur dianggap sebagai sebuah kesenian musik rakyat yang bersifat ritmis dan tanpa peralatan diatonik, seperti piano, seruling, harmonika.
 
“Penduduk di sekitar Mekkah memiliki kelompok-kelompok yang bertugas untuk membangunkan orang makan sahur. Bersenjata lentera dan gendang, mereka berkeliling ke sudut kota sambil meneriakkan bahwa waktu sahur telah tiba,” ungkap Djoko dikutip dari laman unair.ac.id, Senin, 18 Maret 2024.

Djoko menyebubt tradisi tersebut sudah muncul sejak zaman Rasulullah. Sebagai pengingat waktu sahur, masyarakat pada zaman itu menggunakan adzan sebagai pengingat, karena terbatas alat dan teknologi saat itu.
 
“Di zaman Nabi Muhammad, belum ada pengeras suara atau alat yang dapat digunakan untuk membangunkan sahur. Karena itu, cara yang dipakai sangat sederhana, yaitu dengan mengumandangkan azan,” ungkap dia.
 
Setelahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat tradisi itu mulai menggunakan alat-alat seperti gendang untuk menghasilkan bunyi. Dari situlah tradisi itu menyebar hingga ke Indonesia dan beradaptasi di setiap daerahnya.
 
“Di Sulawesi, tradisi beduk sahur dinamakan Dengo-dengo, sedangkan di Jawa Barat disebut Ubrug-ubrug. Ini adalah tradisi sahur yang paling umum dilakukan di Indonesia,” tutur dia.
 
Mitosnya, patrol sahur berawal dari kebiasaan dalam memanggil burung merpati yang dipelihara. “Empunya memukul kentongan yang berbunyi tuk..tuk…tuk. Nah, dari situlah muncul musik patrol yang alatnya terbuat dari kayu menyerupai kentongan, namun pendek,” tutur dia.
 
Djoko menyebut patrol sahur mengandung tiga nilai. Yakni, tanggung jawab sosial, bentuk interaksi sosial, dan solidaritas. Tanggung jawab sosial berarti masyarakat secara kolektif memiliki tanggung jawab untuk saling mengingatkan waktu sahur.
 
“Dalam patrol sahur, tentu dilaksanakan secara berkelompok. Maka terdapat interaksi sosial di dalamnya. Nilai solidaritas sebagai umat muslim untuk mengingatkan sahur dan menjalankan puasa sebagai umat yang taat dalam beragama,” papar dia.
 
Baca juga: Jadwal Bukber Padat? Cek Tips Anti 'Kanker' Biar Nggak Boncos!

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan