Dirjen Dikdasmen, Hamid Muhammad saat sosialisasi sejumlah kebijakan pendidikan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Medcom.id/Citra Larasati.
Dirjen Dikdasmen, Hamid Muhammad saat sosialisasi sejumlah kebijakan pendidikan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Medcom.id/Citra Larasati.

Tidak Ada Alasan Lagi Pertahankan UN

Kemendikbud Siapkan Instrumen Pemetaan Alternatif Selain UN

Citra Larasati • 12 Maret 2019 09:52
Jakarta:  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tengah mempersiapkan penggunaan AKSI (Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia) sebagai sistem penilaian untuk pemetaan kualitas pendidikan pengganti Ujian Nasional (UN).  Sistem asesmen baru ini digadang-gadang menggantikan UN yang kini dinilai semakin rendah nilai kegunaannya.
 
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud, Hamid Muhammad mengatakan, AKSI dirancang mirip dengan PISA (Programme for International Students Assessment).  "AKSI ini mirip PISA.  AKSI akan diterapkan di Indonesia," kata Hamid, di sela-sela Sosialisasi berbagai Kebijakan dan Regulasi Pendidikan Nasional di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin malam, 11 Maret 2019.
 
Baca:  Jadwal UN 2019 Dimajukan

Untuk diketahui, PISA merupakan sistem penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga tahun sekali,  untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun, dan penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organisasi untuk Kerja sama dan Pengembangan Ekonomi (OECD). 
 
Tujuan dari studi PISA adalah untuk menguji dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia, dengan maksud untuk meningkatkan metode-metode pendidikan dan hasil-hasilnya.  Namum sayangnya, menurut Hamid, hasil PISA belum menggambarkan kondisi kualitas pendidikan Indonesia yang sesungguhnya.
 
"Sistem PISA itu asumsinya semua kondisi kota yang diuji relatif sama. Mungkin saja di sana yang diajukan Shanghai atau Hongkong, sementara kita mengajukan DKI Jakarta dan Yogyakarta waktu itu ditolak.  Jadi tidak bisa diintervensi," ungkap Hamid.
 
Sementara menurut Hamid, sistem asesmen AKSI dirancang untuk menggambarkan pemetaan kualitas pendidikan nasional yang lebih riil.  Hamid berharap,  AKSI akan menghasilkan data yang dapat digunakan untuk pemetaan kualitas pendidikan untuk menggantikan fungsi Ujian Nasional yang selama ini dijalankan.
 
Hapus UN
 
Dalam kesempatan yang sama, Kemendikbud juga merekomendasikan agar UN dihapuskan.  Terutama setelah mempertimbangkan bahwa saat ini nilai kegunaan UN yang semakin rendah, manfaatnya tidak sebanding dengan tingginya anggaran yang dikeluarkan negara. 
 
Pihaknya menilai UN sudah tidak memiliki alasan lagi untuk dipertahankan.  Sehingga Kemendikbud merekomendasikan agar ke depan UN dapat dihapus, dan diganti dengan AKSI. 
 
Baca:  Siswa Terdampak Bencana Disiapkan UN Khusus
 
"UN ini sudah tidak bisa digunakan apa-apa lagi, masuk PTN sudah tidak dianggap, PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) dulu masih pakai sistem kompetisi, jadi UN masih digunakan, tapi sekarang sudah pakai sistem zonasi.  Jadi tidak dipakai lagi UN," papar Hamid.
 
Sistem AKSI ini, kata Hamid, sebenarnya sudah dirintis sejak beberapa waktu lalu.  Untuk sementara sama dengan PISA, menguji siswa dengan tiga kompetensi dasar siswa, yakni Matematika, Membaca, dan Sains.
 
"Daerah yang diuji ditentukan secara acak, tapi memperhitungkan keterwakilan daerah di setiap provinsi, tidak seperti PISA," ujar Hamid.
 
AKSI ini sebenarnya telah disiapkan sejak adanya rencana penghapusan UN di awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) 2014 lalu.  "AKSI kita persiapkan, in case siapapun nanti yang jadi Presiden dan mendikbud sudah kita siapkan (sistem asesmennya).  Kalau UN jadi dihapuskan, kita ganti AKSI, tapi kalau pun UN masih jalan, kita tetap gunakan AKSI untuk pemetaan," paparnya 
 
AKSI ini nantinya akan diujikan di kelas 3, 4, 8 dan 11.  Tujuannya agar sekolah dan guru memiliki kesempatan yang memadai untuk memperbaiki kekurangan siswa. 
 
"Kalau UN kan hanya untuk mengukur kompetensi siswa saat berada di tingkat itu. Kalau AKSI lebih banyak ke diagnosa apa kelemahan siswa di kelas 3, 5, 8 dan 11, sehingga basis AKSI dapat menjadi instrumen mengoreksi bagi guru juga," terangnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan