Artinya, orientasi dokter di masa depan berpotensi hanya sekadar mencari uang di balik profesi mulia seorang dokter. Bisa saja dokter bekerja tanpa landasan untuk menyelamatkan kesehatan masyarakat.
"Saya khawatir, setelah jadi dokter, mereka berlomba cari duit untuk mengembalikan investasi yang hampir 750 juta (12 semester)," tulis dia lewat unggahan akun Instagram-nya, @profyuwono, Selasa, 5 Oktober 2021.
Guru besar Fakultas Ilmu Kedokteran Unsri itu menyebutkan, jika hal itu terjadi, tentu terdapat penyimpangan dari kewajiban dan etika profesi dokter. Selain itu, akhirnya pendidikan kedokteran hanya dapat diikuti oleh orang yang mampu.
"Relatif hanya orang kaya yang mampu sekolah dokter. Investasi mendidik seorang untuk jadi dokter memang tidak murah," lanjutnya.
Di Unsri, tempat ia mengajar, pihak universitas menetapkan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) sebesar Rp200 juta ketika masuk. Lalu, biaya preklinik Rp30 juta per semester dan biaya klinik Rp45 juta per semester.
Baca juga: THE WUR Rankings 2022, UI Kampus Terbaik di Indonesia Bidang Clinical and Health
Atas biaya yang besar itu, kemudian dia berharap agar pemerintah dapat memberikan keringanan biaya bagi anak muda Indonesia yang bercita-cita sebagai dokter. Sehingga tidak ada talenta muda yang sia-sia.
"Semoga pemerintah bisa membiayai ini 50 persen-100 persen, hingga anak-anak yang cerdas bertalenta, namun miskin, bisa menjadi dokter yang berakhlak, cerdas dan gemar menolong," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
