"Memang yang disumpah-serapah saya, tapi itu sebenarnya yang bertanggung jawab secara tidak langsung, yang mestinya diprotes itu adalah (pemerintah) daerah-daerahnya," kata Muhadjir di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
Muhadjir mengakui adanya kekecewaan. Bila pada akhirnya siswa harus memilih sekolah swasta, pemerintah daerah memiliki tanggung jawab menekan sekolah swasta memberikan pelayanan pendidikan yang baik bagi masyarakat.
Dia menyebut sengkarut sistem zonasi juga evaluasi bagi pemda mengurus sekolah swasta agar lebih kompetitif. Muhadjir meminta sistem zonasi jadi tamparan bagi sekolah-sekolah swasta. Dia mengancam sekolah swasta yang tidak kompetitif bisa saja ditutup.
"Sekolah swasta juga jangan semena-mena, mentang-mentang sudah mendapat limpahan siswa dari sekolah negeri, kemudian seenaknya melayani mereka," tandas dia.
(Baca juga: Mendikbud Kukuh Sistem Zonasi Solusi Masalah Pendidikan)
Muhadjir menjelaskan sistem zonasi justru membuka peluang besar dibukanya sekolah-sekolah negeri baru. Sistem zonasi menjadi pemetaan daerah yang harus ditambah jumlah sekolahnya.
"Jadi akan ketahuan kan sekarang ada kecamatan yang tidak ada SMP-nya, ada satu zona yang ternyata hanya satu SMA. Coba dulu-dulu kan tidak pernah tahu itu daerah, tenang saja gitu, karena dia merasa tidak perlu menambah. Kalau sekarang ketahuan setelah diprotes ini," beber dia.
Muhadjir menyatakan sistem zonasi dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 51 Tahun 2018 untuk PPDB 2019. Aturan itu telah dikeluarkan sejak Desember 2019. Ada jeda waktu enam bulan bagi setiap Pemda menyiapkan dan menyosialisasikan sistem zonasi lewat peraturan turunan, baik itu peraturan gubernur, atau bupati/wali kota.
"Jadi memang ada beberapa daerah yang menurut saya perlu disiplin untuk tahun-tahun yang akan datang di dalam memahami PPDB kebijakan zonasi ini," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News