"Minat baca Indonesia itu 0,01 persen, dari 1.000 yang beneran baca itu hanya satu orang. Artinya pemahaman itu tidak utuh," kata Hasan dalam keterangannya, Selasa, 17 September 2024.
Hasan mengatakan minat baca dan literasi akan berpengaruh terhadap perilaku masyarakat, khususnya pelajar. Rendahnya literasi membuat pelajar sulit memahami konteks, terutama dalam menanggapi informasi yang beredar di media sosial.
Pelajar juga menjadi mudah termakan hoaks dari media sosial. Lebih parah, bisa terpancing emosinya sehingga menimbulkan perilaku kekerasan.
"Bahwa keberadaan media sosial tidak diimbangi dengan literasi di dalamnya sehingga pelajar menggunakan media sosial untuk saling ejek berujung berantem dan jadi tindak kekerasan," ujar dia.
Hasan menekankan penggunaan media sosial harus diiringi sikap bijak. Dia menyebut perlu literasi kuat dalam pengguaan media sosial.
Plh Biro Kerja Sama Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anang Ristanto, mengatakan diperlukan literasi kuat untuk siswa berpikir kritis. Hal itu agar bijak dalam bermedia sosial.
Ia meminta agar masyarakat berhati-hati dalam bermedia sosial. Anang menyebut liteasi menjadi penting dalam menunjang berpikir kritis dan memahami berbagai fenomena di media sosial.
"Kemampuan literasi akan membentuk perilaku pengguna media sosial dan memungkinkan dia untuk bisa mengakses ragam informasi dan mengelolanya," jelas dia.
Anang mengatakan tanpa literasi memadai, orang akan rentan terjebak pada informasi hoaks. Bahkan, bisa terpicu kekerasan di dunia nyata.
Ia berharap guru dan siswa bekerja sama menciptakan suasana aman di ruang media sosial. Sebab, kekerasan bisa muncul dan bermula dari media sosial.
"Kekerasan ini bisa muncul bermula dari media sosial saat seseorang tidk punya litarasi digital yang baik," ujar Anang.
Baca juga: Literasi Media Sosial Dapat Tekan Angka Kekerasan di Kalangan Pelajar |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News