Ilustrasi/Pexels
Ilustrasi/Pexels

80% Anak Indonesia Alami Fatherless, Psikolog UGM Beberkan Dampak Negatifnya

Citra Larasati • 15 Mei 2025 15:18
Jakarta: Berdasarkan data Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, sebanyak 80 persen anak Indonesia mengalami fatherless.  Dengan kata lain, anak-anak tersebut berada dalam kondisi kekurangan figur ayah dalam keluarga. 
 
Menteri Kemendukbangga, Wihaji mengatakan anak-anak tersebut tak sekadar fatherless, namun juga tumbuh tanpa peran aktif seorang ayah.
 
Kondisi ini menjadi tidak ideal bagi tumbuh kembang anak, sebab dapat berdampak negatif jika tidak mendapatkan kasih sayang kurang lengkap dari orang tua.   Terlebih lagi di era teknologi dan serba digital seperti saat ini, anak memiliki kecenderungan menghabiskan waktunya untuk bermain gawai dan media sosial.

Hal ini menambah dampak negati jika tidak didampingi orang tua secara lengkap. Mengingat informasi-informasi yang ada di media sosial tersebut, tidak seluruhnya baik bagi anak.
 
Dekan Fakultas Psikologi UGM Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D., menekankan, kehadiran figur ayah dalam kehidupan sehari-hari bagi anak-anak sangatlah penting. Namun begitu, kehadiran ayah tidak mesti dalam bentuk fisik namun bisa menjalin komunikasi intens lewat gawai.
 
Sebab ketidakhadiran ayah juga disebabkan karena ia harus menjadi tulang punggung keluarga dan mengharuskan dirinya bekerja di luar kota, di luar pulau bahkan menjadi pekerja migran.“Sebenarnya dalam lingkungan kehidupan sekarang di mana teknologi sudah sangat membantu ini, banyak memudahkan orang tua untuk tetap hadir di dalam kehidupan anak-anaknya,” kata Rahmat dikutip dari laman UGM, Kamis, 15 Mei 2025.
 
Baca juga:  Tawuran Pelajar SD di Depok, Begini Tanggapan Menteri PPPA

Rahmat menuturkan generasi ayah muda saat ini sebenarnya dapat membangun kualitas pengasuhan dan kedekatan emosional dengan anak-anaknya. Orang tua harus meyakinkan bahwa anak adalah karunia yang luar biasa yang diberikan Tuhan.
 
Oleh karena itu, kebutuhan anak tidak sekedar dicukupi hidupnya dengan hal-hal yang sifatnya fisik material, tetapi interaksi yang sehat, aspek psikologis, aspek mental, emosional, sebaiknya bisa terpenuhi dengan baik. “Interaksi dan kedekatan emosional yang erat dengan anak akan meningkatkan kesehatan mental mereka,” ujarnya.
 
Rahmat mencontohkan, kehadiran orang tua dalam perayaan kelulusan anak sangatlah penting dan menjadi momen yang tidak terlupakan bagi sang anak. Bahkan bercengkrama dengan anak saat menjelang ujian juga perlu dilakukan.
 
“Kesempatan anak merayakan kelulusan itu kan hanya sekali seumur hidup. Kesempatan anak-anak merayakan, wah besok pagi ada ulangan yang bikin cemas, dan ini kan hanya sekali dalam seumur hidup, dan ulangan berikutnya sudah hal yang lain lagi. Tetapi ketika kita sharing dengan anak-anak kita, ketika berada dengan anak-anak kita menghadapi situasi seperti itu, ini menjadi satu momen kebersamaan dalam seluruh perjalanan hidup kita yang sangat penting,” tuturnya.
 
Menurut Rahmat, penyebab ketidakhadiran figur ayah tidak hanya soal fisik yang jauh dari rumah dalam waktu lama namun juga karena tantangan kehidupan ekonomi akibat beban finansial yang mengharuskan orang tua bekerja hingga larut atau ketidakefisienan transportasi umum yang ada perkotaan, sehingga membuat kehadiran ayah tidak begitu intens dengan anak-anaknya. “Saya kira ini menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua untuk mengubah mindset-nya dan juga barangkali bagi ibu untuk juga mengubah mindset bahwa orang tua atau ayah tetap perlu hadir dalam kehidupan anak-anak,” katanya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan